Djawanews.com - Layaknya di arena balapan mobil. Kebutuhan obat Covid-19 seringkali melewati kemampuan pabrik memproduksi obat.
Fakta yang dibeberkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, kebutuhan obat terapi Covid-19 dari 1 Juni 2021 meningkat signifikan. Faktanya lagi, kenaikan tersebut tidak sebanding dengan kecepatan produksi obat karena harus melalui berbagai proses.
"Kebutuhan itu naiknya luar biasa, jadi pada saat kebutuhan obat mulai naik teman-teman di pabrik (produsen obat) itu meningkatkan bahan bakunya. Mereka menghitung kira-kira tambah bahan baku 4 kali, begitu bahan baku diproses kebutuhan obat naiknya sudah 8 kali, kemudian bahan baku obat dinaikkan lagi dan diproses, kebutuhan obatnya sudah naik lagi jadi 12 kali," kata Menkes dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 2 Agustus.
Akibatnya kebutuhan untuk satu produk obat tertentu misalnya, tidak sebanding dengan kecepatan produksi.
“Kecepatan produksi itu tidak terkejar karena dari mulai produksi sampai obat jadi, dari impor bahan baku, proses produksi, kemudian distribusi ke seluruh apotek itu butuh waktu sekitar 4 sampai 6 minggu,” katanya.
Namun demikian saat ini telah bertambah stok obat hasil produksi dalam negeri dari Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi dan juga ada beberapa obat impor yang sudah masuk.
“Dan ini kita monitor terus kebutuhan stoknya di bulan Agustus ini, dan di minggu pertama Agustus itu akan mulai banyak obat yang masuk,” ucap Menkes.
Menkes telah berkoordinasi dengan 5 organisasi profesi kedokteran untuk mengkaji protokol tata laksana Covid-19. Mereka sudah mengajukan tata laksana yang baru yang memang lebih sesuai dengan mutasi virus varian Delta.
Tata laksana virus varian Delta harus dilakukan dengan intervensi medis yang lebih cepat dan komposisi obat yang benar.
“Untuk itu kami sudah melakukan penyesuaian dari jadwal produksi dan paket-paket obat yang ada untuk bisa menyesuaikan dengan protokol tatalaksana obat Covid-19 yang baru dari lima organisasi profesi kedokteran,” katanya.
Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan rumah sakit untuk melakukan uji klinis beberapa terapi dengan menggunakan beberapa obat baru. Menkes berharap mudah-mudahan obat baru tersebut bisa mengurangi tekanan kebutuhan obat-obat impor
“Sehingga variasi dari tata laksana uji klinis perawatan Covid-19 di rumah sakit semakin kaya, semakin dekat perbedaan kualitas treatmentnya dengan treatment yang dilakukan di rumah sakit negara maju,” kata Menkes.