Djawanews.com – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 sebesar 5,1 persen menjadi Rp4.641.854 per bulan. Pimpinan Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menilai angka tersebut disebut angka kompromi. Pasalnya, tuntutan buruh ialah kenaikan mencapai 7 persen-10 persen.
Mirah mengatakan angka tersebut masih tidak cukup jika melihat tuntutan buruh. Namun, ia mengaku paham dengan posisi sulit Anies yang banyak mendapat kritikan, khususnya dari pemerintah pusat.
"Kalau ditanya angka ini cukup tidak cukup sesungguhnya kan kami mengusulkan 7 persen-10 persen, tapi tentu saja kami memahami dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang ada, artinya 5,1 persen adalah bagian dari kompromi yang kemudian diputuskan," jelasnya, Senin, 27 Desember dilansir dari CNNIndonesia.
Mirah juga menyebut bahwa revisi UMP DKI Jakarta merupakan hasil kerja keras buruh yang sejak awal telah menuntut revisi UMP di seluruh daerah Indonesia. Namun, sangat disayangkan karena hanya Anies yang berani untuk merevisi UMP.
"Rupanya kepala daerah jarang sekali yang memiliki keberanian seperti Pak Anies untuk membuat penetapan di luar yang diminta pusat sebesar rata-rata 1,09 persen," ujar Mirah.
Mirah menjelaskan bahwa asumsi kenaikan upah 7 persen-10 persen disadari oleh survei pasar di 22 provinsi yang dilakukan pihaknya. Ia juga menyebut mengacu pada 60 item standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL), kenaikan yang didapat adalah 7 persen-10 persen pada tahun depan.
"Menggunakan 60 KHL komponen hidup layak versi PP Nompr 78 Tahun 2015, kami survei pasar dan acuan rujukan itu menemukan angka 7-10 persen," lanjut Mirah.
Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Emelia Yanti Siahaan mengaku mengapresiasi keputusan Anies, meskipun kenaikan itu tak sesuai dengan harapan buruh.
Ia menyebut sebenarnya buruh sangat berharap UMP tahun depan di DKI bisa naik 10 persen. Buruh layak mendapatkan kenaikan UMP 10 persen karena sudah dari tahun lalu gaji buruh tidak naik.
Selain itu, selama pandemi banyak buruh yang terdampak, seperti dengan kebijakan pemotongan gaji perusahaan. Belum lagi minimnya bantuan yang diberikan kepada buruh.
Emelia mengatakan buruh hanya dapat Bantuan Subsidi Upah (BSU) dari Kementrian Ketenagakerjaan. Namun, hal itu hanya berlaku untuk buruh yang masuk dalam kategori tertentu saja.
Simak berita terbaru lainnya hanya di Djawanews dan ikuti Instagram Djawanews.