Djawanews.com – Direktur Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid mengkritik keras Panglima TNI Jendral Andika Perkasa yang menunjuk Mayor Jenderal Untung Budiharto menjadi Pangdam Jaya menggantikan Mayjen Mulyo Aji. Untung merupakan salah satu dari 11 anggota Tim Mawar dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV TNI AD yang dibentuk pada 1997 lalu.
Usman menilai pemerintah salah mengangkat perwira yang pernah tersangkut pelanggaran HAM berat masa lalu jadi pemegang komando utama.
“Jadi jelas keliru kebijakan mengangkat perwira tertentu yang pernah tersangkut pelanggaran HAM berat untuk menduduki jabatan struktur komando utama atau fungsional atau posisi strategis lainnya di lingkungan militer,” kata Usman dalam keterangan resminya, Sabtu, 8 Januari.
Usman merinci bahwa UU 34 Tahun 2004 tentang TNI telah mewajibkan pemerintah mendasarkan kebijakan pada hak asasi manusia. Dalam UU TNI pula, ditegaskan bahwa TNI dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, bukan kepentingan politik pemerintah yang berkuasa.
“Hal lain yang juga tidak dilaksanakan oleh DPR dan pemerintah adalah revisi UU Pengadilan Militer yang selama ini cenderung dipakai oleh élite TNI untuk menghindari risiko maksimal yang dapat dialami mereka dengan cara menyalahkan bawahan mereka,” kata dia.
Tak hanya itu, Usman menilai pemerintah dan DPR tidak cermat bila mengatakan pengangkatan Untung tidak punya masalah hukum, karena pemerintah dan DPR tidak pernah melaksanakan UU itu sendiri, serta tidak serius mendukung Komnas HAM untuk menyelidiki.
“Bahkan tidak serius mendorong Jaksa Agung menghadapkan mereka ke pengadilan HAM ad hoc sesuai UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata dia.
Rekomendasi Diabaikan, Usman Hamid Sebut Adanya Nir-Hukuman Para Pelanggar HAM
Lebih lanjut, Usman menilai pengangkatan orang yang pernah tersangkut kasus-kasus pelanggaran HAM serius menunjukkan sistem akuntabilitas militer di lingkungan TNI tidak berjalan secara efektif menghadirkan keadilan bagi korban. Hal ini, menurut Usman Hamid juga menegaskan kembali nir-hukuman orang-orang yang terlibat pelanggaran HAM.
Ia memaparkan, pada 2009 lalu DPR menelurkan empat rekomendasi terkait kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis yang melibatkan Tim Mawar. Salah satu rekomendasi itu DPR meminta pemerintah mencari kejelasan nasib dan keberadaan aktivis yang masih hilang.
“Tidak dipegangnya rekomendasi itu memperlihatkan bukan saja mereka mengidap penyakit politik ‘short term memory lost’ tetapi dengan sengaja melupakan kejahatan,” kata dia.
Diketahui, Tim Mawar merupakan tim kecil yang berasal dari Kopassus Grup IV TNI AD. Tim Mawar memiliki anggota 10 orang yang dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono pada Juli 1997.
Selain Untung, Anggota Tim Mawar lainnya yakni Kapten Inf. Fausani Syahrial Multhazar, Kapten Inf. Nugroho Sulistyo Budi, Kapten Inf. Yulius Selvanus, Kapten Inf. Dadang Hendrayudha, Kapten Inf. Djaka Budi Utama, Kapten Inf. Fauka Noor, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi.
Salah satu tugas Tim Mawar yakni menangkap aktivis pro demokrasi menjelang kejatuhan rezim militer Soeharto. Operasi ini kemudian terbongkar. Kristiono dan 10 anggota Tim Mawar pun diseret ke Mahkamah Militer Tinggi II pada April 1999. Jadi alasan Usman Hamid menolak pengangkatan Mayor Jenderal Untung Budiharto menjadi Pangdam Jaya menggantikan Mayjen Mulyo Aji merupakan pemikiran masuk akal.
Dapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.