Djawanews.com – Pendeta Saifuddin Ibrahim akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh atas kasus ujaran kebencian dan penistaan agama. Hal ini berdasarkan gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik tim Siber Bareskrim Polri.
“Sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Direktorat Siber,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, dikutip dari pojoksatu.id, Rabu 30 Maret.
Namun jendral bintang dua ini belum membeberkan secara detail apakah Saifuddin Ibrahim akan dijemput paksa dari Amerika.
“Nanti ya disampaikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyatakan, penyidik sudah menaikkan status Saifuddin Ibrahim ke penyidikan.
“Sudah naik ke penyidikan pada Tanggal 22 Maret lalu. Kita melalukan kordinaasi (untuk jadwal pemeriksaan),” ujarnya, Kamis 24 Maret.
Namun mengingat keberadaan yang bersangkutan di luar negeri, kata Ramdhan, maka terlebih dulu akan berkordinasi dengan instansi terkait.
Itu dilakukan agar Saifuddin Ibrahim bisa dibawa ke Indonesia.
Akan tetapi bila hal tersebut tak membuahkan hasil, maka besar kemungkinan pihaknya akan melakukan penjemputan paksa.
“Masih kordinasi dengan instansi terkait (untuk dijemput),” ujarnya.
- Pendeta Saifuddin Ibrahim Malah Remehkan Polisi Bilang Enggak Takut: Saya Lebih Takut dengan FPI
- Pendeta Saifuddin Kembali Berulah, Menantang dan Sebut Allah Sebagai Penista: Kalau Tidak Mau Dinista, Jangan Menista!
- Anak Pendeta Saifuddin Ngaku Dulu Sering Dipaksa ke Gereja: Saya Bersyukur Masih Teguh Peluk Islam
Seperti diketahui, nama Saifuddin Ibrahim mendadak ramai diperbincangkan setelah menyebut kurikulum madrasah hanya melahirkan radikalisme.
“Atur semua kurikulum yang ada di madrasah, sanawiyah, aliyah sampai perguruan tinggi. Sumber kekacauan itu bersumber dari kurikuum tidak benar,” ujarnya.
Saifuddin Ibrahim juga menyebut pondok pesantren hanya melahirkan generasi radikal.
“Ganti semua kurikulumnya. Karena pesantren itu melahirkan kau radikal semua,” katanya.
Tidak hanya itu, Saifuddin juga meminta Menag Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat Alquran karena dianggap menjadi pemicu radikalisme.
“Bahkan kalau perlu pak, 300 ayat (Alquran) yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama,”
“Itu di-skip atau direvisi, atau dihapuskan dari Alquran Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali,” ucap dia.