Djawanews.com – Banyak pihak mempertanyakan kenapa tarif tes RT-PCR bisa murah menjadi Rp275 ribu di Jawa-Bali dan Rp300 ribu di luar Jawa-Bali. Hal itu dijawab langsung oleh juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.
Nadia menuturkan, penetapan tarif tertinggi tes PCR bergantung pada kondisi pasar, dalam hal ini harga reagen dan komponen lainnya.
Reagan adalah bahan kimia yang dicampurkan untuk menghasilkan reaksi yang dipakai untuk mendeteksi virus COVID-19.
"Penyesuaian dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada termasuk harga pasar, suplai yang dan jenis yang sampai saat ini untuk reagen sendiri mencapai 200 merek dengan variasi harga," kata Nadia,mengutip voi.id, Rabu, 3 November.
Nadia menjelaskan, evaluasi penyesuaian harga pemeriksaan PCR tentunya untuk kepetingan masyarakat demi mendapatkan harga sesuai kewajarannya.
Ia bilang, penetapan PCR dengan tarif Rp275 ribu dan Rp300 ribu tergolong wajar. Saat ini, rata-rata harga reagen yang dibeli Indonesia berkisar antara Rp90 ribu sampai Rp140 ribu.
Lalu, perhitungan tarif PCR, selain berdasarkan modal pembelian reagen, juga terdiri dari komponen-komponen lain yaitu jasa pelayanan atau SDM, komponen biaya administrasi, overheat, dan biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.
"Pemerintah mengevaluasi harga pemeriksaan PCR dari waktu ke waktu untuk memastikan masyarakat mendpatkan pemeriksaan sesuai harga yang seharusnyaa dibayar," jelas Nadia.
Terpisah, Sekjen Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (Gakeslab Indonesia) Randy Teguh menjelaskan riwayat perbandingan tarif PCR dengan perkembangan harga reagen.
Randy menuturkan, saat pemerintah menetapkan tarif tertinggi RT-PCR Rp900 ribu pada Oktober 2020 lalu, saat itu harga reagen masih cukup tinggi.
"Mengapa sekarang (tarif tes PCR) baru turun? Sebenarnya kami, pada saat pemerintah membatasi harga Rp900 ribu, harga reagen PCR itu sekitar Rp400 ribu sampai Rp500 ribu. Masih tinggi," kata Rendy dalam diskusi virtual.
Saat itu, pandemi COVID-19 masih terbilang baru. Lagipula, perusahaan penyedia reagen juga masih sedikit. Produsen reagen yang masuk ke Indonesia berkisar 5 sampai 10 jenis.
"Sehingga, saat itu harganya masih tinggi," tutur dia.
Kemudian pada pertengahan Agustus 2021, pemerintah kembali menurunkan tarif tertinggi PCR menjadi Rp495 ribu di Jawa-Bali dan Rp525 ribu di luar Jawa-Bali. Randy menjelaskan, saat itu harga reagen itu sudah turun sekitar Rp200 ribu.
"Itu kenapa bisa turun, karena sampai saat ini merek reagan PCR sudah ada 52 jenis. Sehingga sebenarnya kalau dari harga reagen atau alat kesesehatan itu sudah mengikuti dinamika pasar," jelas dia.
Sampai akhirnya, pada 27 Oktober lalu, Kemenkes kembalo mengumumkan batas tarif tertinggi PCR menjadi Rp275 ribu dan Rp300 ribu.