Djawanews - Pekan lalu, 67 atlet pelatnas menjalani serangkaian tes kesehatan di Pelatnas PBSI Cipayung, Jakarta Timur. Ini adalah tes rutin dari PBSI saat pemanggilan pemain di setiap awal tahun.
Para atlet ini diperiksa darah, elektrolit, fungsi hati, ginjal, rontgen thorax, frekuensi nadi, tensi, saturasi oksigen, THT, mata, EKG, visus, postur, gizi, dan lain sebagainya. Dan serangkaian tes ini adalah syarat mutlak bagi seluruh atlet yang terpilih masuk ke pelatnas.
"Yang pertama tes kesehatan ini bertujuan tentunya setiap ada atlet yang baru masuk, dalam artian atlet yang terpilih, kami harus mengetahui dulu baik tingkat kesehatannya maupun tingkat kebugarannya," ujar Koordinator Klinik Sport Science PP PBSI, Michael Triangto.
"Ini sebagai syarat para atlet bisa masuk di pelatnas, harus sehat dan memenuhi standar. Baik standar kesehatan dan standar kebugaran sesuai yang diminta pelatih fisik," lanjut Michael.
"Karena kalau kondisinya terlalu jauh maka akan menyulitkan atletnya maupun kami saat nanti dilatih. Ada beberapa contoh atlet yang bisa disebut potensial lalu masuk ke pelatnas tapi ternyata ia sudah habis-habisan di klub, artinya sudah pernah cedera dan ketika di dalam pun akhirnya terus mengalami cedera. Itu yang kami hindari. Makanya para atlet ini harus benar-benar kualitasnya sesuai dengan standar yang kami minta," lanjut Michael.
Masih menurut dr. Michael, para atlet yang belum memenuhi standar bukan berarti PBSI menutup pintu bagi mereka. Di tahun depan bila usianya masih cukup dan mempersiapkan diri dengan lebih baik, tidak menutup kemungkinan untuk mereka bisa kembali diterima.
Selain itu, dr. Michael juga menegaskan hasil tes kesehatan ini tidak mutlak menjadi penentuan para atlet terpilih ini untuk berlanjut di pelatnas atau dipulangkan kembali ke klub.
"Misalnya atletnya bagus, kesehatan cukup bagus juga kecuali mata. Berkacamata katakan seperti itu. Tentunya tetap saja kami akan mengatakan ini nilai minus untuk dia. Tapi itu bukan final karena kami akan membicarakan lagi dengan yang lain," kata Michael.
"Jadi bisa kami perbaiki tidak nilai minus ini? Mau tidak mau, dia ganti kacamatanya dengan lensa kontak. Kalau itu bisa kan tidak masalah," kata dr. Michael lagi.
"Contoh lain, atlet ini serba bisa dan sudah pernah menjadi juara tapi tinggi badan tidak memenuhi persyaratan. Tidak masalah asal kekurangannya itu bisa ditutup dengan kemampuan yang lain, kelenturan dan kecepatan misalnya. Apalagi dia main di ganda," tutur dokter Spesialis Kedokteran Olahraga tersebut.