Merasa tidak punya bakat dan kemampuan spesial? Merasa tidak berguna karena kemampuan yang Anda miliki biasa-biasa saja sehingga membuat Anda seperti orang tata-rata pada umumnya? Percayalah, Anda tidak sendirian. Seorang pelatih sekaliber Jurgen Klopp juga merasakannya.
Saat datang untuk uji coba di sebuah klub local Eitracht Fankfurt II, pelatih klub Liga Premier Inggris Liverpool itu benar-benar terkejut dengan kemampuan peserta lainya yang juga mengikuti uji coba. Saat itu, lewat matanya dia mampu membedakan siapa yang benar-benar bisa bermain bola dengan skill tinggi dengan yang hanya bisa memainkan bola semampunya.
Dia bahkan terkesima dengan sosok pria Andreas Moller yang datang bersamanya waktu itu. Waktu itu, Klopp melihat dengan mata kepala sendiri betapa lihainya pesepak bola legendaris Jerman itu mengolah si kulit bundar dengan kedua kakinya.
“Dia benar-benar kelas dunia, sementara saua tidak masuk di kelas apa pun,” kenang Jurgen Klopp.
Lahir di Stuttgart pada 16 Juni 1967, Klopp mengenal sepak bola lewat ayahnya, Norbert Klopp, yang sehari-hari bekerja sebagai salesman yang menghabiskan waktunya berkeliling Jerman untuk berjualan.
Sepanjang hari waktu Norbert dihabiskan di jalan. Setiap pulang ke rumah, Norbert selalu mengajak anak bungsunya bermain bola.
Maklum, Klopp merupakan putra satu-satunya dari pernikahan Norbert dengan Elisabeth. Selain Klopp, kedua anak perempuannya, Isolde dan Stefanie, lebih senang menjauh dari sepak bola. Kehilangan banyak waktu dengan keluarganya membuat Norbert menenun tali cinta dengan anak bungsunya dengan bermain bola bersama.
Seperti pria Jerman pada umumnya, pada saat itu Norbert selalu menyempilkan harapan anak bungsunya itu mampu jadi pesepak bola besar Jerman. Norbert pun rela menyisihkan beberapa persen bayarannya untuk membiayai pendidikan sepak bola anaknya di institusi resmi pelatihan sepak bola, yakni Kaiserlautern.
Namun menjadikan Klopp pesepak bola professional rupanya tak semudah yang dibayangkan Norbert. Skill Klopp yang biasa saja membuatnya sulit menarik minat kesebalasan professional.
Namun, ada satu hal yang ditanamkan Norbert pada anak bungsunya tentang “mediocrity”, bahwa kerja keras bisa membawa seseorang mengatasi kekurangan tersebut. Kalau pun tak terwujud, setidaknya mampu membentuk mental dan pola piker untuk tidak mudah menyerah.
Semangat kerja keras yang ditanamkan Norbert itulah yang akhirnya membuat Klopp tak mudah karam diterjang gelombang. Akhirnya, tepat pada usia ke-23, dia diterima oleh kesebelasan yang juga medioker di Zweite Bundesliga, Mainz05.
Dengan kemampuan yang tidak terlalu wah, karier sepak bola Klopp sebagai pesepak bola berakhir dini. Namun, semua orang di Mainz selalu mengingat sosok pemuda yang penuh semangat itu. Sosok yang pernah mencetak 4 gol dalam satu kali pertandingan dan sosok yang selalu marah-marah pada wasit karena merasa tak adil.
Mereka langsung bahagia ketika anak muda itu, pada Februari 2001, diangkat sebagai pelatih Mainz menggantikan Eckhard Krautzun.
Tak ada yang menyangka bahwa sosok yang dipilih malam itu akan membawa Mainz promosi ke Bundesliga. Tanpa bujet besar, akademi yang prestisius, dan stadion berskala kecil, Klopp membawa Mainz ke Bundesliga, tepat pada akhir musim 2003/2004. Malam itu adalah awal bersejarah bagi karier kepelatihan Klopp.