Djawanews.com—Umar Kayam lahir pada 30 April 1932 di Ngawi, Jawa Timur. Jika ada sosok yang bisa menggabungkan intelektualitas dan seni itulah Umar Kayam. Dia tidak hanya dikenal sebagai seorang akademisi budaya, tetapi juga sastrawan yang melahirkan karya-karya sastra berkualitas.
Sisi Akademik dan Seni Umar Kayam
Umar Kayam menyelesaikan program sarjana di Fakultas Pedagogik Universitas Gadjah Mada (1955). Selama kuliah ia tidak hanya aktif di kelas, tetapi juga aktif berkesenian khususnya di teater dan film. Karena keaktifannya berkesenian ia dikenal sebagai aktivis Teater Fakultas Sastra, Pedagogik, dan Filsafat UGM.
Setelah dari UGM, Umar Kayam melanjutkan pendidikannya di luar negeri yakni program magister di Universitas New York, AS dan program doktoral di Universitas Cornell, AS. Baru ketika di luar negeri inilah Kayam mulai menulis sastra. Salah satu karyanya yang fenomenal yakni Seribu Kunang-Kunang di Manhattan (1972).
Karya-karya Umar Kayam dinilai para pengamat sastra merupakan karya sastra yang berkualitas dan memiliki bobot akademik. Tidak heran meskipun tidak produktif, Umar Kayam berhasil menorehkan namanya di arena sastra Indonesia.
Karya-karya Umar Kayam yang lain di antaranya: Sri Sumarah dan Bawuk (novelet, 1975), Para Priyayi (novel, 1997), dan Jalan Menikung (novel, 1999). Untuk novel Para Priyayi, Kayam berhasil mendapat hadiah Sastra ASEAN (SEA Write Award) pada 1987 dari Kerajaan Thailand dan pada 1995 mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P dan K.
Tidak hanya di kepenulisan, Umar Kayam juga meneruskan hobinya di dunia seni peran sepulangnya dari Amerika Serikat. Di antaranya bermain sebagai aktor dalam film “Karmila” dan “Pengkhianatan G-30-S/PKI”.
Sedangkan di bidang akademik Umar Kayam pernah menduduki banyak jabatan penting, di antaranya dosen Universitas Indonesia, Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Direktur Pusat Penelitian Kebudayaan Universitas Gadjah Mada, dan Guru Besar Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Selain itu, Umar Kayam juga sering menulis esai, kolom, dan karya ilmiah. Sebagian dari esai-esai Umar Kayam bisa ditemukan di Seni, Tradisi, Masyarakat (1981) dan Sejumlah Masalah Sastra (1983).
Umar Kayam menghembuskan napas terakhirnya di Jakarta, 16 Maret 2002 pada usia 69 tahun.
Yayasan Umar Kayam
Untuk melanjutkan semangat Umar Kayam sebagai seorang akademisi sekaligus sastrawan besar maka pada 2006 didirikan Yayasan Umar Kayam (YUK) di Yogyakarta dan dipimpin oleh Kusen Halipah Adi.
YUK mengambil gagasan “Rumah Belajar Cara Umar Kayam” merupakan sebuah lembaga nirlaba sebagai tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai latar belakang budaya, etnik, dan keyakinan yang berfokus pada kerja-kerja mediasi, terutama media seni dan budaya.
YUK diharapkan mampu mewujudkan masyarakat Indonesia yang heterogen secara etnis, kebudayaan, atau pun jender.
Adapun kegiatan YUK mencakup seminar dan pelatihan, mediasi, penelitian, penampilan seni, pengelolaan perpustakaan, dan basis data. Selain itu, YUK juga membuka kesempatan beasiswa penulisan bagi penulis muda atau guru, khususnya bidang seni dan budaya.