Pada tahun 1628 Kesultanan Mataram di bawah kekuasaan Sultan Agung menyerang VOC di Batavia (Jakarta). Tujuannya sederhana yaitu mengusir VOC, namun motif politik sangat kental di belakangnya.
Tahun 1621, Mataram terlebih dahulu menjalin relasi dengan VOC, namun akhirnya dikecewakan lantaran menolak membantu menggempur Surabaya. Serangan sebenarnya dimulai pada 22 Agustus 1628, namun pada tanggal 27 Agustus pasukan Mataram baru benar-benar menyerang Benteng Hollandia di Batavia.
Djawanews – Tumenggung Bahurekso yang juga Bupati Kendal pertama adalah seorang Panglima Perang Mataram yang memimpin penyerbuan Kesultanan Mataram di Batavia.
Ada yang menarik dari cerita Tumenggung Bahurekso lantaran menjadi panglima perang sekaligus hukuman yang diberikan oleh Sultan Agung. Sebelumnya Sultan Agung berniat ingin menghukum mati Bahurekso.
Sultan Agung pada awalnya berniat mempersunting gadis di Desa Kalisalak dan mengutus Bahurekso untuk menjemputnya. Gadis itu bernama Rantamsari. Namun tugas Bahurekso tidak semudah yang ia bayangkan, lantaran Rantamsari menolak titah Sang Raja.
Rantamsari menolak menjadi istri Sultan Agung dan lebih memilih menjadi istri Bahurekso, hingga akhirnya mereka suka sama suka. Bahurekso yang ingat dengan tugasnya, akhirnya mengelabuhi Raja dengan membawakan gadis yang lebih cantik dari Rantamsari yang bernama Endang Wuranti.
Wuranti adalah anak penjual surabi yang kemudian dipersembahkan oleh Sultan. Namun semuanya terbongkar saat Sultan Agung mengetahui jika Wuranti bukanlah Rantamsari.
Awalnya Sultan Agung ingin membunuh Bahurekso karena dinilai berkhianat, namun kemudian dapat dicegah oleh Patih Singaranu yang menyarankan agar menjadi Panglima untuk menyerang Belanda di Batavia. Harapannya agar mati sendiri di sana, karena pada waktu itu merupakan tugas yang hampir mustahil.
Pada mulanya pasukan Bahureksa mengelabuhi Belanda dengan membawa kapal berisikan bahan makanan dan menyatakan ingin berdagang di Batavia. Namun kemudian Belanda curiga dan memperkuat penjagaan.
Kemudian pada tanggal 24 Agustus 1628 dua puluh kapal Mataram menurunkan pasukan dan kemudian dihujani tembakan meriam oleh Belanda. Lalu pada 25 Agustus ada penambahan 27 kapal Mataram dan menyatakan ingin berperang dengan Belanda.
Kemudian sejak 26 Agustus 1628 sebanyak 1.000 prajurit Mataram telah bersiap menyerang, dan keesokan harinya mereka baru dapat menyerang benteng kecil “Hollandia”.
Namun serangan, Bahureksa tersebut dapat dihalau oleh Belanda hingga datang Pasukan Mataram kedua tiba di bulan Oktober dipimpin oleh Pangeran Mandurareja. Terjadi perang besar di Benteng Holandia, dan Mataram mengalami kekalahan hebat.
Banyak versi yang menuliskan kematian Tumenggung Bahurekso. Pertama ada yang menyatakan jika Sultan Agung mengirimkan pembunuh bayaran yang memancung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja di Batavia.
Kemudian versi kedua, ada yang meyakini jika Bahurekso gugur dalam pertempuran kedua (di Bulan Oktober 1628) bersama kedua putranya di Batavia.
Belum ada tulisan yang menjelaskan kematian Tumunggung Bahurekso yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahan dari sisi historisnya. Meskipun demikian Bahurekso hingga kini dihormati sebagai orang yang berjasa membuka daerah Kendal dan sekitarnya.