Djawanews.com – Saya dan ratusan juta orang lainnya yang hidup dalam 20 tahun terakhir beruntung pernah melihat “Tuhan” menyelinap ke lapangan hijau dan menunjukkan keindahan sepakbola sesungguhnya melalui sosok Lionel Messi. Keberuntungan yang pada medio 2000-an hanya sebatas angan-angan seorang bocah ingusan yang selalu terkesima dengan sosok-sosok hebat di lapangan hijau dan sialnya hanya bisa saya dengar dari cerita paman maupun siaran Total Football saban akhir pekan.
Saat itu, di dalam hati, saya sedikit menyesal karena tidak dilahirkan lebih dini di era ketika para dewa dari Maradona, George Best, Socrates, Pele hingga Lev Yasin menunjukkan sentuhan magis mereka di lapangan hijau. Bertahun-tahun setelahnya, angan-angan tersebut akhirnya terbayar lunas ketika Lionel Messi muncul dan menunjukkan kepiawaiannya mengolah si kulit bundar.
Syukur, keberuntungan tersebut bertahan cukup lama, sebab selama belasan tahun pula, selagi ia belum menggantungkan sepatu, Lionel Messi tak henti-hentinya memberikan hiburan terbaik untuk para penikmat sepakbola. Maka tak berlebihan jika ada yang menyebut sepakbola akan terasa berbeda ketika Sang Messiah pensiun barang lima atau tujuh tahun lagi.
Efektivitas, mentalitas dan konsitensinya mempertahankan permainan sepakbola di level tertinggi selama puluhan tahun, membuat Messi nyaris tak pernah tersentuh oleh siapapun sebagai pemain.
Sentuhan magis Lionel Messi di lapangan hijau

Lionel Messi (Getty)
“Cristiano Ronaldo membutuhkan enam gerakan untuk melewati satu orang pemain. Sementara Lionel Messi hanya membutuhkan satu gerakan untuk melewati enam pemain,” tulis seorang anonim di Youtube. Ungkapan yang bukan berarti tidak menyimpan barang sekuku kebenaran, sebab hal itu menggambarkan dengan jelas bagaimana sosok Lionel Messi di lapangan hijau: efektif dan tajam membaca peluang.
Lionel Messi mungkin tidak memiliki trik akrobat seperti Ronaldinho, atau Zinedine Zidane dengan gerakan elegannya. Namun efektivitas gerakannya dalam membaca pergerakan lawan, memanfaatkan celah, memaksimalkan kecepatan serta ketajaman instingnya dalam mencetak gol membuat Messi diprediksi tak akan pernah berhenti memecahkan rekor demi rekor sebagai pesepakbola sepanjang karirnya.
Efektivitas yang untuk sebagian orang terlihat sangat menjemukan dan “itu-itu saja”. Namun yang “itu-itu saja” terbukti membuat lawan dan banyak pelatih kelimpungan, tak terkecuali entrenador paling jumawa dalam sejarah sepakbola abad ke-21, Jose Mourinho. Dalam sebuah wawancara, Mourinho bahkan mengakui kehebatan Lionel Messi dengan sebaris kalimat yang cukup menggambarkan bagaimana tersiksanya pemain yang berhadapan dengan Sang Messiah:
“Ketika Anda berhadapan dengan Messi satu lawan satu, Anda dipastikan tewas. Tidak mungkin menghentikan Tuhan dalam sepakbola. Hingga kini aku tidak tahu bagaimana formula yang tepat untuk menghentikan Messi,” Senada dengan Mourinho, pelatih dan pesohor sepakbola lainnya seperti Johann Cruyff, Sir Alex Ferguson dan Pep Guardiola menuturkan hal serupa dan menasbihkan Lionel Messi dalam level personal sebagai pesepakbola terbaik dalam sejarah sepakbola. Jika empat pelatih jenius berbeda watak tersebut bersabda demikian, saya pikir tidak perlu lagi berdebat soal siapa pemain terbaik dunia hingga hari ini.
Sebab selain tidak perlu, dan tidak mungkin menghindari selera personal setiap orang, statistik karir Lionel Messi yang cemerlang selama puluhan tahun karir profesionalnya yang pada akhirnya membuat banyak pemain dan pelatih segan dan mengakui level permainan Messi melampaui dewa sepakbola lainnya. Ya, mentalitas dan konsistensinya yang pada akhirnya membuat pemain kelahiran 24 Juni 1987 itu berada di atas Ronaldinho, Romario, Ronaldo, Eric Cantona, George Best, Maradona maupun pemain bintang lain yang mencuri perhatian pecinta sepakbola.

Lionel Messi saat berseragam Timnas Argentina (Getty)
Saat usianya 21 tahun, Messi berhasil menggondol Piala Dunia U-21 untuk Argentina. Ia bahkan ditasbihkan sebagai pemain terbaik di kompetisi itu. Di level klub, ada puluhan gelar prestisius dari Piala Dunia Antarklub, Liga Champions, Copa Del Rey, hingga La Liga yang telah ia sumbangkan selama berkarir bersama Barcelona. Sementara di level personal, Messi masih menjadi pemain dengan raihan Ballon D’Or terdepan, sebanyak enam kali. Belum lagi rekor-rekor kecil yang menghiasi statistik karirnya sebagai pesepakbola.
Barangkali, pencapaian selama belasan tahun itu tak mengurangi sedikit pun rasa hormat dari insan sepakbola pada ayah tiga anak tersebut, meski kelak ia gagal membawa Argentina menjuarai Copa America dan Piala Dunia. Yang jelas, selagi masih bisa menikmati keindahan permainannya, saya bersyukur pernah melihat “Tuhan” mengajarkan betapa indahnya sepakbola melalui sosok Lionel Messi.