Djawanews.com – Pada 1946, beberapa sastrawan seperti Asrul Sani, Chairil Anwar, dan Rivai Apin membentuk sebuah perkumpulan yang dinamai dengan Gelanggang Seniman Merdeka.
Empat tahun setelahnya, ketiganya membuat antologi puisi bertajuk Tiga Menguak Takdir yang terbit pada 1950, setahun setelah Chairil Anwar meninggal dunia.
Selain para sastrawan, perkumpulan ini juga beranggotakan para pelukis, antara lain Mochtar Apin, Henk Ngantung, Baharuddin M.S, dan Basuki Resobowo.
Sedangkan sastrawan lain yang juga bergabung dalam Gelanggang Seniman Merdeka adalah Pramoedya Ananta Toer, Usmar Ismail, Sitor Situmorang, dan Mochtar Lubis.
Pada 18 Februari 1950, atau belum genap lima tahun Indonesia merdeka, para seniman itu merumuskan dan menandatangani pernyataan sikap kebudayaan yang bernama “Surat Kepercayaan Gelanggang”.
Surat ini diumumkan kepada publik pada 22 Oktober 1950, tepat pada hari ini 70 tahun lalu, di majalah Siasat.
Tujuan dari dibuatnya Surat Kepercayaan Gelanggang adalah untuk lepas dari pengaruh atau ikatan dari angkatan sebelumnya, dan juga pihak penguasa yang dianggap munafik dan memasung kreatifitas seni.
Para seniman Gelanggang menilai, bahwa seni bersifat universal dan tidak terkotak-kotak.