Djawanews.com - Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) menjadi saksi ketika pada 11 September 1966, Soeharto mampu menggulingkan Soekarno dari kursi Presiden Republik Indonesia.
Dilansir dari Intisari, pada tahun tersebut memang kepemimpinan Soekarno sudah semakin lemah.
Tragedi G30S PKI yang terjadi dan kemudian dibubarkannya partai berideologi komunis tersebut membuat Soekarno harus melaksanakan rapat tiga hari untuk mengembalikan kekuasaannya.
Rapat pertama yang dilakukan pada 10 Maret 1966 dengan melibatkan para pemimpin partai politik berhasil membujuk mereka untuk menandatangani peringatan melawan rongrongan otoritas presiden akibat demonstrasi mahasiswa.
Rapat kedua yang dijadwalkan ke esokkan harinya pada 11 Maret 1966 urung terjadi karena ada rumor beredar Soekarno sudah dikepung oleh tentara yang tidak dikenal.
Soekarno yang saat itu berada di istana, segera meninggalkan istana dan pergi menuju Bogor. Pada malam itulah Soekarno disebut menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret atau yang biasa dikenal Supersemar.
Supersemar tersebut berisi pernyataan yang berbunyi pemindahan kekuasaan untuk mengembalikan tatanan kepada Mayjen Soeharto.
Setelah surat itu keluar, Soeharto langsung menetapkan PKI sebagai organisasi terlarang dan mulai mengukuhkan posisinya sebagai kepala pemerintahan yang efektif.
Pada bulan Maret 1967, MPR menjadikan Soeharto sebagai pelaksana tugas presiden dan setahun setelahnya resmi ditunkuk menjadi Presiden kedua Republik Indonesia pada Maret 1968.
Soekarno yang telah lengser lalu ditetapkan menjadi tahanan rumah sampai kematiannya pada 21 Juni 1970.