Djawanews.com – Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan ditujukan untuk menyempurnakan manusia. Hal tersebut dibeberkan secara lebih detail sebagai penuntun segala kodrat anak-anak supaya peran mereka sebagai manusia sekaligus bagian dari masyarakat bisa selamat dan mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya (dalam Marzuki dan Khanifah, 2016).
Lalu, apa pertalian antara kebahagiaan dengan tujuan pendidikan? Pendidikan seharusnya dijalankan dengan asas kebahagiaan dan orientasinya adalah membentuk manusia berkarakter yang bahagia. Mari kita lihat sedikit lebih dalam!
Menurut Ki Hadjar Dewantara, melalui Samho (2013), sistem pendidikan Belanda ketika menjajah Nusantara bersifat perintah, hukuman, dan ketertiban (regering, tucht, orde). Hal ini menyebabkan kemunduruan prinsip, mentalitas, dan identitas pelajar Nusantara.
Metode tersebut digunakan untuk membentuk karakter manusia kelas bawah (jajahan) sehingga bisa dimanfaatkan oleh pihak penjajah. Hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan dan sudut pandang Ki Hadjar Dewantara dalam memandang pendidikan. Namun, apakah sistem tersebut telah ditinggalkan bersama merdekanya Indonesia dari Belanda?
Kita bisa melihat bagaimana sekolah-sekolah formal mengajar para pelajar dan sikap para pelajar terhadap sekolah-sekolah tersebut. Tanpa memiliki maksud menyimpulkan, tampaklah bahwa sebagian besar pelajar tidak betah dengan pembelajaran yang dilakukan.
Masih cukup banyak kekangan dan perintah yang diaplikasikan dalam pendidikan di sekolah. Bukan berarti perintah tidak diperlukan sama sekali, namun jika hal tersebut tidak dibarengi dengan sesuatu yang membahagiakan, pelajar akan terus melihat lembaga pendidikan sebagai tempat yang menyeramkan.
Unsur kebahagiaan yang paling umum ditemukan di sekolah baru terlihat dalam aspek pertemuan pelajar dengan teman-temannya. Itu pun belum semuanya merasakan karena ada pula pelajar yang terus-terusan menerima praktik perundungan sehingga tidak merasa senang di sekolah.
Kemudian, jika kita lihat lebih detail, sistem yang kaku tersebut tampaknya memang belum bisa terlepas dari pola pendidikan Indonesia, bahkan ketika tidak dilakukan di sekolah. Kita bisa melihat keadaan saat ini (pandemi covid-19). Para pelajar yang melakukan pembelajaran di rumah tampaknya malah semakin terbebani.
Kita tidak sedang membicarakan paket internet yang digunakan untuk komunikasi daring dengan guru atau dosen. Kita sedang membicarakan tugas yang kuantitasnya tak bisa dipandang sebelah mata. Jika kita mengamini konsep bahwa salah satu kebahagiaan pelajar adalah bertemu dengan teman-temannya, saat ini kebahagiaan apa yang dimiliki para pelajar?