Djawanews.com – “Sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake.” Dalam bahasa Indonesia, ungkapan tersebut menjadi “Kaya tanpa harta, sakti tanpa ajian (ilmu kesaktian), menyerang tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan”.
Sebuah ungkapan yang bukan sekadar kata-kata indah. Tiap-tiap klausa mengandung petuah yang baik untuk diimplementasikan dan menjadi pegangan hidup. Ini adalah ajaran filosofis seorang ningrat Jawa yang diakui kecerdasannya oleh bangsa Eropa. Dari mereka, orang ini mendapat julukan Si Jenius dari Timur. Sayangnya, di Indonesia nama besar itu kurang akrab di telinga masyarakat modern.
Poliglot dari Jepara
Raden Mas Panji Sosrokartono. Putra Bupati Jepara, Raden Mas Ario Sosrodiningrat. Lahir di Jepara tanggal 10 April 1877, Sosrokartono tumbuh dalam keluarga terpandang dan mendapat kesempatan untuk menimba ilmu dengan baik, bahkan sampai ke Benua Biru. Setelah lulus dari sekolah menengah atas di Semarang, kakak R.A. Kartini ini melanjutkan ke Polytechnische School te Delft. Pilihan tersebut diambil setelah mendapatkan dukungan dari sang ayah.
Namun, hati kecilnya masih merasa ragu. Dan benar saja, setelah dijalani beberapa waktu, dia merasa tidak cocok dengan sekolah teknik. Sosrokartono kemudian pindah ke Universitas Leiden untuk mengambil Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Dipilihnya jurusan tersebut bukan tanpa alasan. Bukan pula pelarian dari universitas sebelumnya. Sejak bersekolah di Semarang, kemampuan kebahasaan dan kesastraannya memang sudah menonjol. Ketika itu dia sudah menguasai bahasa Belanda dan beberapa bahasa asing lain.
Di Leiden, dia mendapat gelar Sarjana dalam Bahasa Timur tahun 1908. Dari beberapa tahun perkuliahannya, kemampuan kebahasaan Sosrokartono meningkat tajam. Puluhan bahasa dari banyak bangsa di dunia mampu dikuasai.
Sosrokartono adalah poliglot pertama Nusantara. Berarti, dia tidak hanya mampu mengucapkan kata dalam berbagai bahasa, namun mengetahui, menggunakan, dan menulis dalam banyak bahasa. Dia menguasai 35 bahasa dari penjuru dunia. Terdiri atas bahasa-bahasa dari bangsa-bangsa besar dunia, bahasa-bahasa dari bangsa yang kurang dikenal umum, dan bahasa-bahasa daerah.
Nama Kelas Dunia, Tanah Air Tetap Dicinta
Setelah lulus dari sekolah tinggi, dia memutuskan tetap di Eropa demi mencari lebih banyak ilmu, pengetahuan, dan pengalaman. Dia tidak langsung pulang, padahal Nusantara sedang masuk babak baru dalam perjuangan. Ketika itu, tanggal 20 Mei 1908, Boedi Oetomo lahir dan menjadi penanda kebangkitan nasional.
Meski begitu, hasil perburuannya di Eropa membuahkan hasil. Kemampuan kebahasannya mengantarkan Sosrokartono pada kesempatan dan pengalaman berharga. Salah satunya adalah menjadi wartawan ketika terjadi Perang Dunia I. Dia disusupkan ke pasukan Sekutu sehingga dapat bergerak dengan leluasa.
Dalam melaksanakan tugasnya, dia berhasil meliput perundingan antara Jerman dan Prancis. Padahal, ini dilakukan secara rahasia dalam gerbong kereta yang berada di pedalaman Prancis dan dijaga ketat. Selain itu, masih ada kecemerlangan-kecemerlangan lain yang berhasil dia lakukan selama menjadi wartawan. Meski dia cukup lama menjelajahi Eropa, Sosrokartono tetap menjadi orang Jawa yang tak pernah kehilangan kesejatiannya.
Dia bahkan pernah berkata, “Dengan tegas, saya menyatakan diri sebagai musuh dari siapa pun yang akan membikin kita menjadi bangsa Eropa atau setengah Eropa dan akan menginjak-injak tradisi serta adat kebiasaan kita yang luhut lagi suci. Selama matahari dan rembulan bersinar, mereka akan saya tantang!” dilansir tirto.id.