Djawanews.com – Hari ini, 21 April, Indonesia memperingati Hari Kartini. Berbagai bentuk acara yang melibatkan perempuan Indonesia biasanya digelar. Sayangnya, tahun 2020 sepertinya jadi tahun yang muram.
Sejumlah hari bersejarah yang biasa dirayakan dengan kebaikan, tahun ini terpaksa dilakukan dengan mengurung diri di rumah sambil melakukan aktivitas yang membosankan.
Virus Corona Covid-19 memang telah merenggut kebebasan masyarakat luas. Akibatnya, pemerintah melakukan imbauan agar masyarakat mengurangi aktivitasnya di luar rumah. Dampaknya, banyak masyarakat yang kemudian bergantung pada gawai dan teknologi informasi sebagai pelarian rasa bosan.
Kartini dan Semangat Keilmuannya
Lahir di Jepara pada 21 April 1879, Raden Ajeng Kartini adalah salah satu Pahlawan Nasional perempuan yang dimiliki Indonesia.
Ia spesial dari pahlawan-pahlawan lain karena tidak mengangkat pedang atau bambu runcing di masa perjuangan. Yang ia angkat adalah derajat perempuan Indonesia melalui jalan keilmuannya.
Lahir dari keluarga bangsawan membuat Kartini mendapat akses pendidikan yang lebih baik dibanding perempuan Indonesia lain pada zamannya. Ia bahkan diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School) hingga usia 12 tahun. DI ELS Kartini belajar berbagai hal, termasuk bahasa Belanda.
Pendidikan formal yang ia dapatkan tidak hanya membuat Kartini memiliki bekal pengetahuan yang cukup, tetapi juga kebiasaan membaca dan menulis. Dari kebiasaan ini pola pikir Kartini semakin hari semakin maju.
R.A Kartini membuahkan buah pikiran yang menyoroti emansipasi wanita. Ia ingin memajukan kehidupan perempuan pribumi agar sejajar dengan wanita Eropa.
Seorang wanita dari mana pun ia berasal, menurut Kartini, harus memiliki kebebasan, otonomi, dan kesetaraan hukum yang saat itu belum menjadi hak kaum wanita pribumi.
Untuk mewujudkan cita-citanya, Kartini mendirikan sekolah khusus wanita. Sekolah ini tidak hanya mengangkat derajat perempuan Indonesia, namun juga menumbuhkan semangat keilmuan di antara mereka.
Perempuan dalam Derasnya Informasi di Masa Pandemi
Di masa seperti ini, ketersediaan informasi yang akurat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sayangnya pemerintah belum bisa menyediakan informasi tersebut ke semua warganya yang terdampak Covid-19.
Meski pemerintah terus memberi klarifikasi tentang informasi bohong yang berkaitan dengan Covid-19 dan semacamnya, hoaks tetap tak terbendung.
Pada dasarnya, informasi bohong seputar pandemi tidak hanya terjadi di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri mengakui bahwa Covid-19 telah menyebabkan infodemi (infodemic).
Banyak kabar bohong atau hoaks yang beredar seperti saran kesehatan, berita, dan banyak lagi. Informasi hoaks pandemi Covid-19 tersebar di berbagai media sosial, salah satunya yang paling banyak ada di WhatsApp.
Dari seluruh proses penyebaran informasi hoaks ini, sayangnya perempuan memiliki potensi lebih besar ikut menyebarkan kabar bohong tersebut. Hal ini juga disebutkan dalam sebuah jurnal yang berjudul Women and Hoax News Processing on WhatsApp yang ditulis oleh Hani Noor Ilahi, mahasiswa UI.
Jurnal yang termuat dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik itu menyebutkan bahwa pada dasarnya perempuan memiliki kemampuan berpikir kritis seperti halnya lelaki. Namun dalam beberapa kasus yang melibatkan kabar bohong, cara berpikir perempuan justru bias oleh respons emosional daripada analisis dan kritik terhadap konten pesan tertentu.
Misalnya, muncul sebuah kabar pesan bahwa seorang anak kecil terjangkit virus Corona karena bermain di rumah tetangga yang berasal dari Jakarta. Meski kabar itu belum tentu kebenarannya, pengguna WhatsApp perempuan lebih berpotensi menyebarkan kabar tersebut.
Ada beberapa hal mengapa perempuan lebih berpotensi menyebarkan kabar semacam itu. Salah satu alasannya adalah perempuan disebut melibatkan emosional lebih besar dibanding lelaki. Hal itu tidak didukung dengan pengetahuan dan literasi media yang cukup pada pengguna.
Oleh karenanya literasi media dan pola pikir kritis seperti yang dimiliki Kartini sangat penting untuk di miliki. Jika Raden Ajeng Kartini berjuang di masa sulit penjajahan, semangat Kartini sangat tepat diterapkan di masa sulit pandemi Covid-19.