Djawanews.com – 26 Juni selalu diperingati sebagai Hari Anti Narkotika Internasional. Perayaan ini ada sebagai bentuk keprihatinan dunia terhadap penyalahgunaan sekaligus peredaran gelap obat-obatan terlarang.
Ganja dan Hari Anti Narkotika Internasional
Hari Anti Narkotika Internasional juga jadi bentuk perlawanan dunia terhadap ancaman yang ditimbulkan obat-obatan terlarang. Obat terlarang sendiri dideskripsikan sebagai bahan atau obat yang berdampak buruk terhadap kesehatan, perkembangan, keamanan, dan kedamaian dunia.
Dikutip Djawanews dari Halodoc, Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia memiliki definisi terhadap apa itu narkoba. Menurut BNN, narkoba adalah bahan atau zat yang dapat menimbulkan ketergantungan, baik ketergantungan fisik maupun psikologis.
Berdasarkan deskripsi narkoba di atas, keberadaan ganja atau mariyuana yang masuk ke dalam obat terlarang ternyata masih diperdebatkan. Seperti yang diketahui, tanaman ini seperti bahan dan zat yang lainnya. Mendatangkan efek baik jika digunakan sesuai takaran dan mendatangkan bencana jika tak dikendalikan.
Sebagai contoh, dalam takaran yang benar, gula dapat dimanfaatkan untuk menambah efek manis pada makanan dan minuman. Tapi dengan takaran yang berlebihan, gula akan memicu penyakit berbahaya dalam tubuh.
Bagaimana dengan Ganja?
Masih ingatkah Anda kasus yang menimpa Reyndhart Rossy N. Siahaan? Pada tahun 2019 lalu ia ditangkap anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Penangkapan dilakukan lantara ia menyimpan ganja.
Petugas menemukan ganja sebanyak 428,26 gram yang disimpan dalam kotak. Di saku celananya juga ditemukan sebanyak 2,52 gram. Karena kepemilikan mariyuana, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang memvonis Reyndhart dengan hukuman 10 bulan penjara.
Reyndhart tak seperti pecandu lain yang menginginkan efek tertentu pada ganja. Ia sengaja memanfaatkan ganja itu untuk meredakan rasa sakitnya.
Sejak tahun 2015 ia menderita kelainan saraf yang membuatnya sering mengalami kesakitan. Artinya, ia terpaksa menggunakan ganja sebagai ramuan alami untuk meredakan rasa nyerinya.
Dari sini perdebatan dimulai. Jika BNN mendeskripsikan ganja sebagai bahan atau zat yang dapat menimbilkan ketergantungan, ganja belum bisa masuk dalam kategori tersebut.
Jika narkoba dideskripsikan sebagai bahan atau obat yang berdampak buruk terhadap kesehatan, ganja juga tak sepenuhnya memenuhi unsur tersebut.
Dari kasus Reyndhart kita bisa berpikir bahwa ganja memang punya efek yang baik jika digunakan dalam porsi yang benar. Berarti ganja dan gula memiliki kesetaraan hukum yang sama, bukan?
Selamat Hari Anti Narkotika Internasional, Ganja!