Djawanews.com – Sampai sekarang, YouTube menjadi platform video online yang paling populer di dunia. Di situs ini, pengguna internet dapat membagikan berbagai macam video dengan pengguna internet lain dari tempat yang jauh. Di luar itu semua, tahukah Anda bahwa perjalanan Youtube dimulai pada 14 Februari 2005 malam waktu setempat, atau 15 Februari waktu Indonesia?
Titik awal YouTube dimulai dari tiga mantan karyawan PayPal, yakni Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim. Gagasan mendirikan YouTube lahir saat pesta makan malam di San Francisco sekitar satu tahun sebelum YouTube diluncurkan secara resmi.
Ketika itu, mereka merasa kesulitan untuk menemukan, menonton, dan berbagi video klip secara online. Dikutip Djawanews dari interestingengineering.com, Chad Hurley mengakui banyak orang membuat video melalui ponsel, namun tak ada cara mudah untuk berbagi.
“Video, kami merasa, benar-benar tidak dialamatkan di Internet,” kata Chad Hurley dalam wawancaranya. “Orang-orang mengumpulkan video di ponsel mereka … tetapi tidak ada cara mudah untuk berbagi .”
Usaha Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim berhasil. Setelah YouTube selesai dibuat, dua bulan kemudian YouTube versi beta muncul di internet. Karim kemudian mengunggah video berdurasi 19 detik dengan berjudul ‘Me at the Zoo’.
Platform video ini berhasil mengumpulkan satu juta video pada bulan September 2005. Bahkan, salah satu iklan Nike yang diunggah juga viral di platform YouTube.
Keberhasilan YouTube membuatnya dilirik oleh sebuah perusahaan modal ventura, yakni Sequoia Capital. Pada bulan November 2005, mereka menggelontorkan dana sebesar $ 3,5 untuk YouTube.
Pada Oktober 2006, Google ternyata ikut melirik kesuksesan YouTube. Mereka menawarkan platform video itu dengan tawaran besar, yakni $ 1,65 miliar. Para pendiri YouTube langsung menerima tawaran Google. Hingga kini, YouTube berada di bawah bendera Google.
Youtube dan Toxic Video
Di balik kekayaan YouTube, berbagai polemik turut menyertai perkembangan perusahaan. Salah satu masalah yang sempat mencuat adalah adanya toxic video atau konten video ‘beracun’.
YouTube memang tidak bertanggung jawab atas konten yang diunggah pengguna. Namun, platform itu dianggap menyediakan fasilitas bagi konten toxic video. Karena belakangan muncul kampanye-kampanye yang justru menjerumuskan pengguna lainnya, misal video kampanye anti-faksin, terosisme, dan konten tak bermutu lain.
Aturan yang sekarang diterapkan YouTube memang dianggap jauh lebih baik. Mereka juga berperan aktif memberangus konten-konten toxic. Bahkan, YouTube menunjukkan keseriusannya dari tahun-tahun sebelumnya.
Upaya YouTube ini memang baik dan harus dilakukan. Sayangnya, kepedulian mereka atas konten negatif terlambat diterapkan. Padahal, perusahaan itu sempat mendapat peringatan atas konten di platformnya, namun perusahaan justru abai.
Karyawan YouTube pernah memperingatkan perusahaan mengenai konten video konspirasi dan sejenisnya yang beredar di platform. Namun, Bloomberg, sebuah perusahaan media massa multinasional di Amerika Serikat, mengatakan bahwa YouTube mengabaikan peringatan karyawannya.
Menurut mantan karyawan YouTube yang berbincang dengan Bloomberg, para karyawan beberapa kali telah memperingatkan perusahaan. Tetapi perusahaan menampik masalah itu dan lebih memilih memperhatikan pertumbuhan platform.
“Saya dapat mengatakan dengan sangat yakin bahwa mereka sangat salah,” kata sang insinyur kepada Bloomberg yang dikutip Djawanews.
Diakui atau tidak, beberapa konten video di YouTube memang tak menunjukkan kebermanfaatan bagi penggunanya. Hal ini sempat juga dikemukakan oleh Hotman Paris Hutapea, pengacara kondang kaya raya yang tinggal di Indonesia, meski disampaikan di waktu yang berbeda
Hotman menyampaikan niatnya untuk membeli YouTube. Alasannya, ia ingin menghapus video alay dan tidak mendidik yang ada di platform itu.
“Saya lagi kepengen loh menghapus, mendelete kalian punya postingan. Kamu tahu enggak caranya? […] Ya beli aja sahamnya YouTube,” kata Hotman dengan gaya kelakarnya.
Isu toxic video ditanggapi oleh YouTube dengan serius pada akhir 2016. Perusahaan akhirnya mengambil tindakan dengan mulai memberlakukan demonetize chanel yang mempromosikan konten berbahaya mulai 2017.
Upaya YouTube dalam memerangi konten negatif di platformnya tidak berhenti di tahun itu. Sampai sekarang pun pengembangan terus dilakukan. Pada 2018 misalnya, mereka mengekang berita dan konspirasi palsu agar tidak menyebar dengan menambahkan kotak informasi.
Kotak informasi YouTube akan terhubung ke Wikipedia untuk—setidaknya—mengonfirmasi mengenai konspirasi yang diunggah dalam video atau memberi keterangan yang benar. Namun, dari berbagai upaya yang dilakukan perusahaan, nampaknya YouTube tetap harus melakukan moderasi konten secara manual agar toxic video tak merajalela.