Djawanews.com – Hari ini Kota Kendari, Sulawesi Utara merayakan ulang tahunnya yang ke-189 tahun. Kota yang terkenal dengan Tarian Lulo ini harus menempuh perjalanan panjang untuk sampai menjadi wilayah yang seperti sekarang. Seperti halnya kota dan daerah lain di Indonesia, Kendari ternyata sempat berjaya pada masanya.
Asal Mula Nama Kendari
Asal mula nama Kendari sampai hari ini belum diketahui secara pasti. Namun berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, nama Kendari justru berawal dari kesalahpahaman.
Dahulu kala ada seseorang yang bertanya pada nelayan setempat. Orang itu bertanya nama kampungnya. Si nelayan menjawab pertanyaan itu dengan jawaban “Kandai”.
Ternyata si nelayan memiliki masalah pada pendengarannya. Si nelayan mengira bahwa orang asing itu bertanya nama alat yang sedang dipegangnya. Di saat yang sama si nelayan sedang memegang kandai atau alat dari bambu atau kayu yang digunakan untuk mendorong perahu saat terjebak di perairan dangkal.
Akibat kesalahan itu, wilayah tersebut disebut dengan Kandai. Kandai sendiri menjadi nama kelurahan yang berada di bekas awal pusat Kota Kendari, tepatnya berada di wilayah Kecamatan Kendari atau Kota Lama. Dalam perjalanannya, Kandai berubah menjadi Kendari.
Sejarah Kota Kendari
Kendari saat ini berkedudukan sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Padahal, sebelumnya Kendari hanya berkedudukan sebagai kabupaten.
Di masa kerajaan, Kendari dikenal oleh para pelaut Nusantara dan Eropa sebagai jalur persinggahan, dari atau menuju Ternate dan Maluku.
Merujuk pada website resmi Kota Kendari, berdasarkan Kartografi Portugis Kuno, pada awal abad ke-15 dikatakan dulu perkampungan di Pantai Timur Celebes atau Sulawesi. Perkampungan tersebut dinamakan dengan Citta dela Baia.
Citta dela Baia berada di sekitar teluk Baia du Tivora. Teluk ini identik dengan Teluk Kendari, yang merupakan salah satu daerah di pesisir Timur Kerajaan Konawe.
Pada tahun 1828, seorang pelaut yang bernama Jacques Nicholas Vosmaer ditugasi Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk melakukan observasi. Ia diminta melakukan observasi terhadap jalur perdagangan di pesisir Timur Sulawesi. Peta pertama Teluk Kendari kemudian berhasil dibuat.
Pada 9 Mei 1832, Jacques Nicholas Vosmaer membangun kantor dagang atas persetujuan penguasa wilayah Timur Kerajaan Konawe. Vosmaer juga dikatakan membuat istana di sisi Utara Teluk Kendari. Sejak saat itu kegiatan perdagangan terjadi di Kendari.
Di wilayah ini, orang Bajo dan Bugis/Makassar jadi pelaku sejarah dan saksi kemajuan Kendari. Ada pula suku asli Kendari, Suku Tolaki, yang bermukim di Abeli, Lepo-Lepo, dan Puwatu.
Akhir abad ke-18, para pelayar dari suku Bajo dan Bugis melakukan perdagangan dengan Suku Tolaki. Mereka hidup berdampingan dan membangun pemukiman di sekitar Teluk Kendari pada awal abad ke-19.
Pada tahun 1945 setelah Jepang menyerah kepada sekutu, Kendari ditetapkan sebagai Ibu Kota Sulawesi Utara. Penetapan dilakukan melalui Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 tahun 1964.