Djawanews.com – Kabupaten Demak menetapkan hari jadinya setiap tanggal 28 Maret. Penetapan ini merujuk pada sebuah peristiwa besar yang melibatkan Raden Patah atau Raden Bagus Kasan (Hasan) atau Jin Bun (nama Tionghoa).
Secara historis, pada 28 Maret 1503 Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan Bintoro atau Raja bagi Kerajaan Demak. Dalam penanggalan Hijriah peristiwa tersebut terjadi pada 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka.
Sejarah Singkat Demak
Demak selalu berafiliasi dengan kegemilangan kerajaan islam pada masanya. Hal itu didasarkan pada kesuksesan Raden Patah yang membawa agama islam ke wilayah tersebut.
Sejak kecil, Raden Patah memang dibekali dengan ilmu agama. Seiring berjalannya waktu, tahap keilmuan Raden Patah semakin berkembang dan pendidikan yang disediakan keluarganya tak cukup membendung pertanyaan Raden Patah. Atas dasar ini Raden Patah disebut mengembara.
Saat mengembara, Raden Patah bertemu dengan Sunan Ampel yang kemudian mengangkat Raden Patah sebagai muridnya. Dalam buku yang berjudul Atlas Walisongo karya Agus Sunyoto, disebutkan bahwa setelah selesai menempuh pendidikan, Raden Patah diperintah oleh Sunan Ampel untuk membuka padukuhan baru sekaligus menyebarkan agama islam.
Dalam rangka melaksanakan ‘dhawuh’ dari gurunya, Raden Patah berjalan ke barat dan sampailah ia ke daerah yang bernama Gelagah Wangi. Wilayah ini terletak di Muara Sungai Tuntang yang bersumber dari lereng Gunung Merbabu (Rawa Pening).
Mendirikan padukuhan baru bukan hal yang mudah saat itu. Raden Patah sempat berpindah ke hutan lain (masih di kawasan kekuasaan yang sama) untuk meminimalisir gangguan dari penguasa setempat.
Hingga pada akhirnya Raden Patah menemukan sebuah hutan yang dijuluki dengan Bethoro atau dalam agama Hindhu dikatakan sebagai bukit suci. Di tempat itu Raden Patah membuka lahan untuk dijadikan tetrukan (pemukiman). Wilayah ini yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Bintoro Demak pada abad ke 16.
Pada masanya, wilayah Raden Patah masih dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit. Kadipaten ini jadi satu-satunya wilayah yang dipimpin oleh seorang muslim. Sebagai informasi, beberapa pendapat menyatakan bahwa Raden Patah sempat dipanggil oleh Majapahit dan dijadikan pejabat setempat.
Kepemimpinan Raden Patah saat itu dianggap berhasil karena wilayah yang ia pimpin jadi wilayah yang makmur. Di sisi lain, nama Majapahit semakin hari semakin tenggelam karena satu dan lain hal.
Demak jadi penanda kebangkitan kerajaan islam di Nusantara. Sedangkan Majapahit semakin hari semakin kehilangan kekuatannya. Di saat yang bersamaan persebaran agama islam semakin tak terbendung.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa Majapahit adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara. Sedangkan Kerajaan Demak jadi pelopor bagi kejayaan islam di Nusantara.
Muasal Kata Demak
Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul kata Demak sendiri. Seperti yang dikemukakan Prof.DR. Hamka yang menafsirkan Demak berasal dari bahasa Arab yang artinya Air. Sedangkan Prof. Slamet Mulyono menganggap Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno “damak”, yang berarti anugerah.
Bintoro saat itu adalah bekas hutan yang kemudian dianugerahkan oleh Prabu Kertabhumi Brawijaya V kepada Raden Patah. Dasar etimogisnya adalah Kitab Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho Karamanyo”.