Djawanews.com – Setelah dua bulan dikunci (lockdown), per tanggal 8 April 2020 Kota Wuhan kembali dibuka. Hal tersebut disampaikan oleh pemerintah Provinsi Hubei pada Selasa (24/03/2020), waktu setempat. Wuhan mulai memberlakukan lockdown sejak 23 Januari 2020.
Pembukaan lockdown ini didasarkan pada jumlah kasus baru yang terus berkurang. Kalaupun ada (kasus baru), itu biasanya berasal dari pelancong yang kembali dari luar negeri atau atau imported case.
Dari hal tersebut, tidak heran jika masih ada warga yang cemas jika terjadi gelombang kedua. Dilansir CNBC Indonesia (24/03/2020), beberapa kota dan provinsi di China telah mengendurkan status atau tingkat tanggap daruratnya (tingkat dua), namun Wuhan dan Beijing masih berada di tingkat satu (tingkat tanggap darurat tertinggi).
Meski begitu, orang-orang sudah bisa melakukan aktivitas di luar rumah, bahkan di luar Kota Wuhan. Dilansir Xinhua, pemerintah lokal menyatakan bahwa warga Wuhan diizinkan bepergian keluar kota, termasuk keluar Provinsi Hubei.
Izin keluar kota Wuhan tersebut diberikan kepada warga yang memiliki kode kesehatan hijau. Ini adalah tanda bahwa orang tersebut tidak memiliki kontak, baik dengan pasien positif virus corona (Covid-19) maupun dengan orang yang diduga terinfeksi virus tersebut. Lalu, bagaimana dengan yang belum memiliki?
Lu Ming, seorang penyintas virus corona (Covid-19), bercerita kepada South Morning China Post mengenai kehidupannya setelah dinyatakan sembuh dari pandemi tersebut. Hingga Senin (06/04/2020) kemarin, dirinya masih mengisolasi diri di rumah. Ini dilakukan karena Lu masih berkode merah.
Tidak bernasib lebih baik, Li Yue-istri Lu Ming-masih ada di pusat karantina. Ini adalah kali kedua dia dirawat. Li melakukan perawatan yang kedua lantaran kembali terserang Covid-19 setelah sebelumnya dipulangkan dari rumah sakit.
Pada awalnya, mereka berdua bahkan berjuang melawan Covid-19 di rumah sendiri karena rumah sakit telah penuh. Setelah dua minggu, Februari, pasangan paruh baya ini baru bisa dirawat secara intensif.
“Hari demi hari, saya tetap di rumah, tidak ada tempat tidur di rumah sakit. Rasanya seperti menunggu kematian,” ungkap Lu. Pihak berwenang menempatkan para pasien yang pulih di pusat karantina untuk melakukan penilaian tindak lanjut. Setelah keluar dari sana, pasien-pasien tersebut harus mengisolasi diri di rumah selama dua minggu.