Djawanews.com – Kontroversi Nurcholish Madjid tidak lepas dari beberapa gagasan yang pernah dilontarkannya. Ide sekularitas dan pluralisme yang ditawarkan Cak Nur bahkan dianggap banyak pihak berbahaya.
Dalam Kudapan Pagi kali ini, Djawanews mencoba merangkum beberapa gagasan Cak Nur yang membuatnya dicap kontroversi, berikut ini beberapa poinnya.
Kontroversi Nurcholish Madjid: Islam Yes, Partai Islam No
Ketika masih berusia muda, dan bertepatan saat momen Pemilu 1971, pernyataan langsung Cak Nur tentang “Islam yes, partai Islam no” membuat banyak orang kaget, tidak sedikit yang menentang.
Perlu diketahui, di awal pemerintahan Orde Baru banyak parta Islam berkembang (bahkan di Orde Lama sekalipun). Tentu omongan yang keluar dari pemuda Jombang tersebut membuat geger dunia perpolitikan Indonesia waktu itu.
Ucapan Cak Nur pada masa itu lebih condong kepada kritik dan juga satir terhadap zaman—dan banyak yang menganggap ucapan tersebut masih relevan di zaman sekarang.
Cak Nur geram, ketika agama dipolitisasikan oleh para politikus, maka tidak jarang jika agama digunakan sebagai alat propaganda dan provokasi demi kepentingan politik.
Kritik tentang Pluralisme Nurcholish Madjid
Syamsul Arifin dalam jurnal ilmiah yang berjudul Kontruksi Wacana Pluralisme Agama di Indonesia (2009), menyertakan ide Nurcholish Madjid terkait pluralisme di Indonesia.
Cak Nur menyatakan jika paham kemajemukan masyarakat atau pluralisme di Indonesia tidak cukup dengan mengakui dan menerima jika masyarakat kita majemuk, mamun diperlukan sikap tulus menerima kemajemukan.
Cak Nur juga menyatakan jika kemajemukan memiliki sisi positif, karena akan memperkaya kebudayaan Indonesia. Syamsul Arifin juga menegaskan jika pemahaman pluralisme tidak berhenti tentang kekayaan suku dan agama.
Penegasan tentang pembagian-pembagian, menurut Arifin hanya akan membuat fragmental, bukan pluralisme. Sehingga pluralisme harus dipahami kembali dengan melihat “kebhinnekaan” sebagai “ikatan keadaban”.
Kontroversi Nurcholish Madjid tidak lepas dari minimnya pemahaman dan literasi masyarakat Indonesia. Kesalahpahaman sering terjadi akibat kesalahan pemahaman dan juga kekolotan yang mematikan pemikiran.