Djawanews.com – Payakumbuh merupakah kota terbesar ketiga di Sumatra Barat. Terletak di di daerah dataran tinggi di kaki Gunung Sago, bentang alam kota ini memiliki ketinggian yang bervariasi.
Payakumbuh telah dihuni sejak zaman kuno yang ditandai dengan banyaknya batu megalitik yang ditemukan di berbagai tempat di dalam dan sekitar kota yang berasal dari era pra-sejarah.
Selain tofografi gunung lembah yang menyuguhkan pemandangan khas Minang, Payakumbuh juga memiliki kebudayaan-kebudayaan yang unik dan menjadi identitas Minangkabau di antaranya Randai tradisional dan Pacu Jawi.
Randai Tradisional
Sebagai jantung budaya asli Minangkabau di Sumatra Barat, Payakumbuh merupakan rumah bagi Randai tradisional.
Randai adalah salah satu permainan tradisional di Minangkabau yang dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara bergantian.
Randai menggabungkan seni bela diri, koreografi tari, dan musik. Randai dipimpin oleh satu orang yang biasa disebut panggoreh. Panggoreh bertugas untuk memberikan aba-aba cepat atau lambatnya tempo gerakan tarian seiring dengan dendang atau Gurindam.
Pertunjukan randai digelar 1 hingga 5 jam, bahkan lebih. Randai berfungsi untuk menyampaikan pesan dan nasihat melalui cerita-cerita yang dibawakannya. Cerita randai biasanya diambil dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat.
Pacu Jawi
Pacu Jawi atau pacu sapi merupakan kebudayaan yang paling populer di Payakumbuh. Awalnya Pacu Jawi diadakan oleh para petani guna mengisi waktu luang sesudah masa panen. Biasanya Pacu Jawi diselenggarakan 3 kali dalam setahun.
Pacu Jawi berbeda dengan karapan sapi yang cukup terkenal di daerah Madura. Perbedaanya terletak pada lahan yang digunakan sebagai arena pacuan. Pada Karapan Sapi menggunakan tanah yang datar sebagai arenanya, sementara pada Pacu Jawi arenanya adalah sawah yang basah.
Pacu Jawi menggambarkan pemimpin dan rakyat yang dapat berjalan bersama. Inilah mengapa sapi yang digunakan dalam Pacu Jawi berjumlah 2 ekor dan pemenangnya pun tidak ditentukan siapa yang paling cepat, namun siapa yang berlari lurus itulah yang akan memperoleh nilai yang tertinggi.
Hal yang menarik dari Pacu Jawi untuk membuat lari sapi berlari kencang, sang joki menggigit ekornya. Tidak jarang joki terjatuh ke tanah sawah berlumpur yang memancing sorak-sorai penonton. Iring-iringan musik Minang menambah keseruan pertunjukan kebudayaan ini.
Tim Djawanews mengucapkan, “Selamat Ulang Tahun ke-64 Kota Payakumbuh, Semoga Semakin Maju dan Berbudaya” Ikuti berita-berita terbaru dan menarik, dari dalam dan luar negeri, yang disediakan Djawanews untuk menemani harimu di sini.