Djawanews.com – Kematian Jenderal Mallaby adalah alasan kuat sebagai pemicu peperangan besar setelahnya, apalagi setelah penggantinya Jenderal E.C. Mansergh memberikan ultimatum pada 10 November 1945.
Kedati demikian, hingga saat ini belum ada yang tahu siapa orang yang telah membunuh Jenderal Mallaby seorang dengan jam terbang militer yang sangat tinggi tersebut.
Namun berdasarkan kesaksian beberapa sakti mata saat itu, ada seorang pejuang yang mendatangi mobil Buick yang ditumpangi Mallaby dan memembakinya dengan pistol lalu meledakkan mobil tersebut dengan granat.
Namun para sejarawan pun tidak mengetahui secara pasti siapa sosok yang melakukan hal heroik tersebut. Bahkan anggota parlemen pemerintahan Inggris dari Partai Buruh Tom Driberg pernah menyangkal terbunuhnya Mallaby dengan cara licik oleh pejuang Indonesia.
Tom Driberg menjelaskan jika kematian Mallaby disebabkan oleh adanya kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby. Tom juga menyatakan jika mereka pula yang memulai baku tembak dengan pasukan Indonesia.
Baku tembak, menurut Tom terjadi lantaran pasukan Mallaby tidak mengetahui adanya gencatan senjata lantaran terputus dari kontak dan telekomunikasi dari Mallaby.
Kendati demikian, Mallaby kemudian memerintahkan pasukannya menghentikan penyerangan. Akant tetapi, menurut Tom, Mallaby kemudian memerintahkan pasukannya melakukan serangan lagi.
Meskipun tidak ada yang mengetahui siapa pembunuh Mallaby, akan tetapi Historia pernah melakukan penelusuran terhadap anak dari H. Abdul Azis, yang yakin jika ayahnya adalah pejuang heroik tersebut.
Muhammad Chotib adalah putra dari Abdul Azis menyatakan jika setelah membunuh Mallaby, ayahnya melaporkan ke etua Komite Nasional Indonesia (KNI) Doel Arnowo.
Keterangan dari Chotib tersebut kemudian diyakini secara otentik oleh peneliti sejarah, Ady Erlianto Setyawan.
“Kalau dia (klaim Abdul Azis) bohong, pasti tokoh-tokoh macam Ruslan Abdulgani yang juga ada di TKP saat Mallaby terbunuh akan buka suara. Dan orang selevel Brigjen Barlan Setiadijaya enggak akan memasukkan kisah itu ke dalam buku dia (10 November 1945: Gelora Kepahlawanan Indonesia) yang isinya studi tentang pertempuran Surabaya yang sangat-sangat komprehensif,” jelas Ady.
Historia menutup jika kemudian Doel Arnowo memerintahkan Azis agar tutup mulut soal penembakan itu. “Bukan karena takut dianggap penyebab Pertempuran Surabaya, tapi karena memang sudah janjinya pada Doel Arnowo untuk tidak bicara soal itu,” imbuh Chotib.