Sampai hari ini, beberapa masyarakat masih menganggap binatang merupakan spesies kelas II. Dalam artian, kenyamanan, kelayakan, dan perlakuan baik tak perlu diberikan kepada mereka. Mungkin anggapan tersebut yang mendasari manusia untuk terus mengeksploitasi binatang. Hari Hak Asasi Binatang, yang diperingati setiap 15 Oktober, harus jadi momen instropeksi diri bagi manusia.
Patutkah Hari Hak Asasi Binatang Dirayakan dengan Pertunjukan Topeng Monyet?
Meski hak asasi binatang kerap dikampanyekan, eksploitasi binatang masih saja dilakukan sampai sekarang. Salah satu bentuk eksploitasi tersebut adalah pertunjukan topeng monyet. Beberapa wilayah di Jawa masih mempertontonkan pertunjukan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Bahkan masyarakat sudah menganggapnya sebagai hal yang lumrah.
Pertunjukan ini dijajakan dengan cara berkeliling. Sejumlah properti diperlukan untuk pertunjukan ini, mulai dari gamelan, payung mini, mainan sepeda motor, kostum, topi, dan masih banyak lagi. Seorang lelaki menjadi pawang monyet sekaligus dalang yang akan memaikan alat musik. Pawang ini juga akan memaksa si monyet untuk menghibur penonton.
Saat gamelan mulai ditabuh, monyet mulai berjalan ke sekitar pawang dan penonton dengan memakai topi, payung kecil, atau properti lain yang telah dibawa sang pawang. Si monyet tak bisa melawan atau melarikan diri. Di lehernya, telah terpasang tali atau rantai untuk memudahkan pawang menjangkau si monyet jika ia kabur atau sulit diatur.
Jika sang pawang menghendaki si monyet berhenti, tentu ia akan berhenti. Setelah itu sang pawang akan menerima upah dari penonton. Perolehan upah bisa beragam. Namun berdasarkan pemberitaan di beberapa berita, biasanya sang pawang mendapat Rp20.000 hingga Rp50.000. Jumlah tersebut tentu tak sebanding dengan perlakukan buruk yang diterima si monyet.
Perampasan hak binatang, dalam kasus ini monyet ekor panjang, dilakukan dengan mengatasnamakan hiburan. Manusia membutuhkan hiburan, dan monyet dapat dipaksa untuk melakukannya. Ini harus jadi catatan bagi kita, bagaimana seharunya manusia memperlakukan binatang dengan baik.
Tidak hanya monyet, binatang lain juga masih mengalami eksploitasi. Misalnya saja kuda dan sapi. Kasus kematian kuda dan sapi karena kelelahan menarik gerobak majikannya sering terdengar. Salah satu kasus tersebut terjadi pada bulan maret 2019 lalu.
Melalui @_infocegatansolo, akun Instagram itu menceritakan bagaimana kemacetan terjadi di ruas Jalan Ngampin-Jambu, Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Ternyata penyebab kemacetan tersebut adalah seekor kuda yang mati saat menarik delman. Kematiannya bukan karena tertabrak atau terperosok, namun karena kehabisan tenaga lalu mati.
Kisah eksploitasi binatang di Indonesia tak bakal habis diceritakan dalam waktu singkat. Eksploitasi yang terus dilakukan manusia menunjukkan keegoisan kita sebagai salah satu spesies yang juga hidup di bumi.
Dengan adanya Hari Hak Asasi Binatang, aktivis pecinta binatang menuntut masyarakat untuk berhenti mengeksploitasi binatang. Selain itu, mereka juga menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar binatang. Kebutuhan binatang didefinisikan dengan berbagai hal, salah satunya dengan prinsip kesejahteraan binatang.
Ada beberapa prinsip kesejahteraan binatang yang harus diterima oleh binatang, pertama adalah melindungi binatang dari rasa lapar dan haus. Kedua, bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit. Ketiga, bebas dari ketidaknyamanan. Keempat, bebas dari rasa takut dan tertekan, dan yang terakhir adalah bebas mengekspresikan perilaku alaminya.
Saat ini, Indonesia memang telah memiliki beberapa aturan perlindungan terhadap binatang. Misalnya dalam Pasal 302 KUHP tentang Perlindungan Binatang. Pasal tersebut mengatakan, penganiayaan ringan terhadap binatang diancam hukum pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Ada juga Undang Undang Dasar yang mengatur segala hal mengenai Peternakan dan Kesehatan Binatang. Misalnya pada UU No. 5 Tahun 1990 yang mengatur tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Meski regulasi tentang binatang telah ada, praktik pemenuhan hak binatang belum terlaksana dengan baik. Jika hak asasi binatang belum diberikan dengan baik, selama itu pula Hari Hak Asasi Binatang harus terus jadi pengingat bagi manusia.