Djawanews.com – Bondan Haryo Winarno lahir pada 29 April 1950 – meninggal, 29 November 2019 di usia 67 tahun. Selama hidup, dia lebih akrab disapa Pak Bondan “Mak Nyus” karena penampilannya sebagai presenter di acara kuliner sebuah stasiun televisi swasta sejak 2002 hingga 2012.
Publik memandang Bondan sebagai ahli kuliner berkat Wisata Kuliner. Bisa dibilang program tersebut adalah pionir acara perjalanan untuk mencari makan enak.
Pasca Wisata Kuliner booming, banyak stasiun televisi yang membuat acara serupa, namun kualitas presenternya jauh berbeda.
Bondan Winarno Presenter yang Pandai Mengenyangkan Otak
Kepiawaian Bondan dalam menjadi presenter di program Wisata Kuliner tak bisa dilepaskan dari latar belakangnya sebagai seorang jurnalis.
Dia pandai menggunakan kata yang efektif tanpa banyak pelengkap tak penting. Hal tersebut dapat kita lihat dalam penjelasan Bondan soal bakmi jawa di salah satu bukunya yang berjudul 100 Mak Nyus Joglosemar.
“Gagrak mi jawa dimasak dengan telur bebek berbumbu dasar kemiri dan bawang putih. Ketiga elemen inilah yang ‘bertanggung jawab’ atas aroma surgawi dan cita rasa yang menggetarkan kalbu. Masuk angin dan flu pun wesewesewes terbirit-birit menyingkir dihalau hangat mi jawa”.
Kemampuan persuasi Bondan mampu mengajak orang untuk tak ragu menyusuri gang sempit demi sepiring nasi tim terbaik se-Indoesia yang terletak di gang Gloria, Glodok, Jakarta.
Atau rela berkunjung ke Desa Menayu, Muntilan, Jawa Tengah hanya untuk menikmati tongseng kepala kambing.
Berbekal pengalaman kaya nan panjang soal citarasa, Bondan bisa menceritakan kepadamu soal perbedaan gulai ala Minang, Pekalongan, dan Madura.
Dia juga bisa mengisahkan sejarah kecap, gula merah, atau kenapa soto kudus memakai daging kerbau.
Dengan pengalamannya itu, dia sukses membawakan sebuah acara kuliner yang tak hanya memanjakan mata, namun juga mengenyangkan otak. Sesuatu yang belum bisa dilakukan oleh presenter acara kuliner Indonesia sampai sekarang.
Ketika ibunya meninggal, Bondan menuliskan esai yang menyentuh dengan tajuk “Gang Pinggir” seperti yang ada di buku Jalasutra.
“Saya ingin berbagi masakan Ibu yang paling saya sukai. Yang pertama adalah pecel Madiun dengan sayur yang terdiri atas kembang turi, selada air, boros kunci, jantung pisang, kecipir dan lain-lain. Pecel Ibu memang serius, terlihat dari variasi sayuran yang dipakai. Yang kedua adalah mangut (semacam gulai) dari ikan pari yang diasap. Sekalipun Ibu telah tiada, kami masih punya Mbakyu yang telah meng-akuisisi keahlian ini dari Ibu. Artinya, ibu masih “ada” di antara kami.” Demikian salah satu petikannya.
Esai di atas menunjukkan bahwa Bondan mempunyai ikatan kuat dengan makanan. Baginya, rasa makanan dapat membawa seseorang kembali kepada kenangan-kenangan indah. Dia mengatakan bahwa rasa adalah yang membuat ibunya tetap abadi.