Mari menggali peranan KORPRI dalam berbagai situasi politik yang terjadi.
Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) dibentuk oleh presiden kedua Indonesia Soeharto. Pembentukan tersebut didasari oleh Keputusan Presiden Nomor : 82 Tahun 1971, 29 November 1971.
Sebelum ada KORPRI, pada masa penjajahan Belanda sudah dikenal pergerakan Bumi Putera yang anggotanya banyak menjabat sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda.
Perjalanan pegawai pemerintahan di masa lalu sangat panjang. Ketika Jepang menjajah Indonesia, semua pegawai pemerintahan Hindia Belanda dialihkan dan menjadi pegawai pemerintahan di bawah kekuasaan Jepang.
Sejarah dan Perjalanan Panjang KORPRI
Kemudian setelah Indonesia merdeka, mantan pegawai pemerintahan Jepang dipekerjakan kembali sebagai Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pegawai NKRI).
Meskipun setelah merdeka perjalanan bangsa belum selesai, ditandai dengan Agresi Militer Belanda pada tahun 1947—1947. Pegawai NKRI kemudian terpecah dan terbagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok tersebut adalah pegawai yang berada di wilayah kekuasaan RI, pegawai yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non Kolaborator), dan pegawai yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (Kolaborator).
Barulah setelah Belanda mengakui kedaulatan RI tiga kelompok pegawai RI dijadikan menjadi satu dalam wadah bernama Pegawai RI Serikat. Hal tersebut dibarengi dengan era Republik Indonesia Serikat atau RIS.
RIS yang menganut sistem multi partai, memungkinkan para politisi memainkan peran ganda yaitu sebagai tokoh partai dan juga berada dalam pemerintahan. Atas dasar banyaknya orang politik yang menjabat peranan penting dalam pemerintahan membuat pelayanan publik tidak maksimal.
Kondisi tersebut membuat carut marut di dalam pemerintahan. Hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang mengembalikan sistem ketatanegaraan pada sistem Presidensiil.
Setelah tahun 1959 atau yang dikenal sebagai Demokrasi Terpimpin membuat pemerintahan diwarnai kebijakan Soekarno Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme), yang juga melakukan pembatasan politik bagi pagawai negeri.
Pembatasan politik pegawai negeri diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961, yang kemudian akan diperkuat dalam Peraturan Pemerintah (PP). Namun PP tidak muncul-muncul dan peristiwa G-30S/PKI meletus.
Kemudian setelah Soeharto memerintah, muncullah Keppres RI Nomor : 82 Tahun 1971, yang menyatakan KORPRI adalah satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan.
Pembentukan KORPRI ditujukan agar “Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI”. Namun lagi-lagi KORPRI dijadikan alat politik oleh Soeharto, yang memberikan keluasaan pegawai negeri dalam Parpol.
Barulah setelah reformasi, terjadi perombakan sistem terutama dalam KORPRI yang mawajibkan anggotanya netral dalam politik. Hal tersebut membuat anggota KORPRI tidak dapat ikut dalam kancah politik.