Djawanews.com – Soemitro Djojohadikusumo merupakan ekonom Indonesia yang terkenal sekaligus ayah dari Prabowo Subianto.
Semasa hidupnya, dia pernah menduduki pos-pos penting dua pemerintahan yakni era pemerintahan Presiden pertama RI Soekarno dan pemerintahan Presiden Kedua RI Soeharto.
Soemitro Djojohadikusumo, Sosok yang Haus Petualangan
Soemitro Djojohadikusumo bin Margono Djojohadikusumo dilahirkan di Kebumen, Jawa Tengah pada 29 Mei 1917, tepat pada hari ini 103 tahun yang lalu.
Saat masih muda, Soemitro sangat haus akan petualangan. Ketika pecah perang saudara di Spanyol, dia ingin turut serta.
Soemitro yang kala itu masih berumur 20 tahun, sangat ingin bergabung dengan Brigade Internasional untuk menggepuk kubu Jenderal Franco.
Soemitro muda sangat tertarik dengan sosialisme. Keinginannya bergabung dengan Brigade Internasional juga akibat persahabatannya dengan penulis Prancis, Andre Malraux.

Soemitro Djojohadikusumo (Istimewa)
Soemitro pernah mendapatkan pelatihan militer secara singkat di Catalonia. Meski demikian, harapannya untuk bergabung dengan Brigade Internasional harus pupus karena usianya belum genap 21 tahun.
Kondisi itu membuat Soemitro harus banting stir. Dia kemudian berkuliah di Belanda, tepatnya di Sekolah Tinggi Ekonomi Rotterdam.
Di sana, dia berhasil meraih gelar doktor ekonomi dengan desertasi bertajuk Het Volkcredietwezen in de Despressie (Kredit Rakyat di Masa Depresi), melansir Wikipedia.
Setelah dia merampungkan studinya, pada 11 Maret 1943, Soemitro ingin kembali ke Indonesia. Akan tetapi, Perang Eropa keburu pecah dan saat itu Belanda dalam kekuasaan fasis Jerman.
Akibatnya, Soemitro pun terpaksa bertahan di Belanda dan bekerja di lembaga riset almamaternya.
Diangkat Jadi Menteri dan Terlibat PRRI
Soemitro baru bisa pulang ke Tanah Air pada 1946. Oleh Sutan Sjahrir, Soemitro langsung diangkat menjadi stafnya dan diterima sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia.
Saat Republik membutuhkan asupan dana, Soemitro didapuk sebagai direktur utama Banking Trading Center (BTC) yang berdagang di luar negeri, tepatnya di Washington DC, Amerika Serikat.
Setelah kembali ke Indonesia, dia menjadi salah satu dosen fakultas ekonomi di Universitas Indonesia.
Di masa demokrasi liberal, Soemitro didapuk sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian periode 1950-1951 dan juga Menteri Keuangan (1952-1953).
Bisa dibilang, Soemitro adalah sosok yang radikal. Dia berani menjalani keyakinannya yang berseberangan dengan Presiden Soekarno dan Sutan Sjahrir.
Pada 1957, Soemitro terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra. Ketika bergabung dengan PRRI, rezim Soekarno menuduhnya terlibat korupsi.
Keterlibatan Soemitro dalam PRRI membuat PSI yang didirikan Sjahrir dibubarkan.
Sebelum Soekarno lengser, Soemitro menjalani kehidupan di luar negeri. dia numpang dari satu negara ke negara lainnya bersama istri dan anak-anaknya.
Soemitro di Masa Pemerintahan Soeharto
Ketika Soeharto menjadi Presiden RI, Soemitro dicari oleh Ali Moertopo selaku kepala intelejen saat itu. Maka pulanglah ayah Prabowo itu ke Indonesia.
Di masa Orde Baru, Soemitro kembali menjadi orang penting. Kali ini dia dipercaya menjabat sebagai Menteri Perdagangan periode 1968-1972 dan Menteri Negara Riset (1972-1978).
Saat Soemitro kembali ke Indonesia, anak-anaknya telah mendapatkan pendidikan yang lebih dari cukup.
Anak pertamanya, Biatiningsih Miderawati adalah sarjana pendidikan dari Harvard. Dia menikah dengan Joseph Soedrajat, seorang ekonom yang menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia di akhir rezim orde baru.
Sedangkan anak kedua Soemitro Mariani Ekowati merupakan pakar biologi yang menjadi istri Didier Lemeistre, warga negara Prancis yang pernah menjadi direktur dana investasi global.
Lalu, Prabowo Subianto, anak ketiga Soemitro menjadi menantu Soeharto dan kini menjadi Menteri Pertahanan RI sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra.
Adapun anak bungsunya, Hashim Sudjono kini dikenal sebagai bos dari kelompok bisnis Arsari.
Soemitro wafat di Jakarta pada 9 Maret 2001 dalam usia 84 tahun akibat penyakit jantung.