Hari ini, 18 November 2019, Muhammadiyah tepat berusia 107 tahun menurut kalender Masehi. Di usianya yang sudah lebih dari 1 abad, organisasi Islam yang didirkan oleh KH Ahmad Dahlan ini telah menawarkan jembatan untuk memperlancar transformasi sosial menuju masyarakat yang madani.
Melalui Muhammadiyah, Ahmad Dahlan (Muhammad Darwisy) telah membuat sejumlah terobosan untuk umat yang didasarkan pada asas kemanusia. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya amal usaha yang dimiliki oleh persyarikatan Muhammadiyah.
Melansir dari Muhammadiyah.or.id, sejak awal berdiri pada 18 November 1912, Muhammadiyah telah membangun 4.623 sekolah dasar (SD)/MI, 2.252 Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTS, 1.111 Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA, 67 Pondok Pesantren, 171 perguruan tinggi Muhammadiyah, 2.119 Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dan lain lain.
Selanjutnya, ada 318 Panti Asuhan dan Asuhan Keluarga, 54 Panti Jompo, 82 Rehabilitasi cacat, 71 Sekolah Luar Biasa, 6118 Masjid, 5008 Mushola serta 20.945.504 tanah.
Dengan banyaknya amal usaha tersebut, tidak heran jika Muhammadiyah dijuluki sebagai organisasi Islam terbesar di dunia.
Sejarah berdirinya Muhammadiyah
Lahirnya Muhammadiyah tak bisa dilepaskan dan merupakan manifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kiai Dahlan.
Setelah melakukan perjalanan ibadah haji di Mekkah dan tinggal untuk kedua kalinya pada tahun 1903, Muhamad Darwisy (Darwis) mulai melakukan pembaharuan di Tanah Air,
Gagasan pembaharuan itu ia dapatkan setelah berguru kepada sejumlah ulama pembaharu seperti Sayyid Bakri Syatha, Syaikh Ahmad Khatib, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Ibnu Taimiyah, Al-Afghani, Syaikh Abdul Hadi, dan sejumlah ulama besar lainnya.
Selain itu, Darwis juga pernah belajar di bawah bimbingan guru yang sama dengan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Asy’ari.
Sebelum kepulangannya ke Tanah Air untuk pertama kalinya pada 1888, Darwisy mendapatkan nama baru yang diberikan oleh Sayyid Bakri Syatha. Nama itu yang kemudian disandangnya hingga akhir hayat kelak: Ahmad Dahlan.
Setelah belajar dari sejumlah ulama terkemuka, pemikiran Kyai Dahlan semakin berkembang. Oleh karenanya, setelah kembali dari tanah Arab, Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaharuan, bukan malah menjadi konservatif.
Cikal bakal kelahiran Muhammadiyan sebagai sebuah organisasi untuk melakukan gerakan praksis sosial dari gagasan-gagasanya merupakan hasil interaksi Kiai dahlan dengan beberapa kawannya di Boedi Oetomo yang menaruh minat dengan masalah agama yang diajarkan oleh Ahmad Dahlan yakni R Budiharjo dan R Sosrosugondo.
Berdasarkan catatan Adaby Darban, seorang ahli sejarah dari UGM, nama Muhammadiyah pada awalnya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kiai Dahlan yakni Muhammad Sangidu.
Sangidu sendiri adalah seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaharuan, yang kemudian menjadi penghulu Kratin Yogyakarta.
Setelah mendapat usulan tersebut, Ahmad Dahlan kemudian melakukan Shalat Istikharah. Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spriritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren, dilansir dari Muhammadiyah.or.id.
Masih dari Muhammadiyah.or.id, gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengimplementasikan pikiran-pikiran pembaharuan Kiai Dahlan juga untuk mewadahi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikan pada 1 Desember 1911.
Selanjutnya, pada tanggal 18 November 12 Masehi bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah, di Yogyakarta, KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi ‘Muhammadiyah’.
Sebulan kemudian, tepatnya pada 20 Desember 1912, para pengurus mengajukan pengesahan organisasi ke Gubernur Jendral Belanda dengan mengirimkan statuen (anggaran dasar) Muhammadiyah, yang kemudian disahkan pada 22 Agustus 1914.
Melalui, Muhammadiyah, Ahmad Dahlan berusaha memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tadjid yang akan membuka pintu pembaharuan untuk kemajuan.
Selain itu, Kiai Dahlan juga memiliki cita-cita untuk membebaskan umat Islam dari ketertinggalan dan membangun kehidupan yang lebih sejahtera tanpa meninggalkan aqidah atau keimanan.
Makna lambang Muhammadiyah
Muhammadiyah memiliki lambang berbentuk matahari dengan dua belas sinar yang terpancar ke segala penjuru.
Di bagian tengah terdapat tulisan huruf Arab: “Muhammadiyah”. Pada lingkaran yang mengelilingi terdapat tulisan huruf Arab dengan bunyi dua kalimat syahadat tauhid “Asyhadu Anla ila ha illa Allah” (saya bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan kecuali Allah), di lingkaran sebelah atas.
Sedangkan di lingkaran bagian bawah tertulis “Wa asyhadu anna Muhammadar Rasullah” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
Seluruh gambar matahari beserta atributnya bewarna putih dengan warna dasar hijau daun.
Adapun maksud dari logo tersebut adalah.
- Matahari adalah sumber kekuatan bagi semua mahluk yang hidup di bumi. Artinya, Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi sumber kekuatan spiritual dengan nilai-nilai Islam yang berintikan dua kalimat syahadat.
- Dua belas sinar ke segala penjuru merujuk kepada perjuangan kamum Hawari (sahabat Nabi Isa, berjumlah 12 orang) yang tidak pernah mundur dan pantang menyerah dalam memperjuangkan Islam.
- Warna putih melambangkan kesucian dan keikhlasan.
- Warna hijau melambangkan kedamaian dan kesejahteraan.