Djawanews.com – 106 tahun yang lalu, tepatnya pada 11 Mei 1914, komponis asal Betawi, Ismail Marzuki dilahirkan. Dia adalah seniman atau musisi besar Indonesia. Namanya diabadikan sebagai pusat kesenian yang disebut Taman Ismail Marzuki.
Ismail terkenal sebagai musisi yang pandai membuat lagu-lagu yang dapat memantik semangat para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah Belanda.
Ismail Marzuki: Musisi yang Bertempur Lewat Lagu
Pada 1946, Ismail Marzuki melakukan perjalanan dari Jakarta ke Yogyakarta. Kota yang didatangi Ismail nantinya akan menjadi tempat pertempuran antara pejuang Republik melawan Belanda. Peristiwa ini kelak dikenal dengan nama Serangan Umum 1 Maret 1949.
Di tengah perjalanan, Ismail menuliskan sebuah lagu yang kemudian diberinya judul “Sepasang Mata Bola”. Adapun liriknya sebagai berikut:
Sepasang mata bola/Dari balik jendela/Datang dari Jakarta/Menuju medan perwira
Kagum ku melihatnya/Sinar sang perwira rela/Hati telah terpikat/Semoga kelak kita/Berjumpa pula
Faktanya memang begitu, Ismail pergi dari Jakarta menuju kota yang benar-benar menjadi medan perwira.
Kala itu, “Sepasang Mata Bola” menjadi salah satu lagu yang mampu membangkitkan semangat para pejuang dalam upaya mempertahankan kemerkaan Indonesia dari ambisi Belanda yang ingin berkuasa kembali.
Kendati dikenal sebagai seorang musisi, Ismail selalu hadir setiap ada pertempuran.
Dia ikut berpartisipasi dalam peristiwa Bandung Lautan Api yang meletus pada bulan Maret 1946. Juga berada di Jakarta pada September 1945 saat NICA (Netherland Indies Civil Administration) datang.
Ismail adalah sosok yang tak pernah gentar meski berhadapan dengan lawan yang lebih ‘besar’ darinya.
Seperti perlawanan yang pernah dia tunjukkan sewaktu Belanda mengambil alih Radio Republik Indonesia (RRI) di Jakarta dan mengganti namanya dengan Radio Omroep in Overgangstjid (ROIO) pada akhir tahun 1946.
Saat itu, Belanda merayu Ismail untuk bergabung dengan ROIO. Dia iming-imingi gaji besar, mobil dan berbagai fasilitas lainnya. Akan tetapi semua itu ditolak Ismail dengan tegas.
Dia lebih memilih keluar dari RRI yang telah berganti menjadi ROIO daripada harus bekerja sama dengan Belanda. Begitulah cara Ismail menjaga harga diri dan martabat negeri.
Ismal juga tak segan bergaung dengan rekan-rekan pejuang meski tidak pernah mendapatkan pendidikan militer. Dia berjuang sebagai kapasitasnya sebagai seniman dan musisi, yaitu menciptakan lagu bertema perjuangan dan mengabdikan diri untuk RRI yang didirakn tak lama setelah Indonesia merdeka.
Ismail Marzuki wafat pada 25 Mei 1958. Dia meninggal pada usia 44 tahun karena penyakit yang menyerang paru-paru. Taman Ismail Marzuki didirikan sebagai bentuk penghormatan terhadap seniman asal Betawi yang banyak menghasilkan karya monumental ini.