Hak Asasi Manusia (HAM) selalu menjadi isu penting yang selalu dibahas negara-negara di dunia. Masalah yang menyangkut HAM juga selalu menjadi sorotan. Sampai saat ini, pemenuhan HAM masih terus diupayakan agar tercipta keadilan yang beradab.
Pada 10 Desember, negara-negara di dunia merayakan Hari Hak Asasi Manusia. Hari HAM Internasional tentu jadi momen pengingat, terlebih bagi Indonesia, untuk meninjau kembali sampai sejauh mana pemenuhan HAM bagi masyarakatnya.
Hari HAM Internasional sendiri lahir dari kekhawatiran atas perampasan hak dan kebebasan manusia demi memenuhi kepentingan tertentu. Kepentingan yang dimaksud bisa berupa kepentingan bisnis, politik, dan lain sebagainya.
Sejarah Singkat Hari Hak Asasi Manusia Internasional
Hari HAM Internasional dirayakan sejak Dewan Umum PBB mendeklarasikan Universal Declaration of Human Rights. Deklarasi tersebut dilakukan pada tahun 1948 melalui General Assembly Resolution 217A (III) di Palais de Chaillot, Paris. Deklarasi tersebut memuat berbagai prinsip-prinsip mengenai HAM.
Prinsip yang ditentukan dalam deklarasi ternyata masih relevan sampai sekarang. Dalam deklarasi juga ditekankan mengenai berbagai macam hak yang tidak bisa dicabut dari manusia, terlepas dari ras, warna, agama, jenis kelamin, bahasa, pilihan politik atau pendapat lain, nasionalisme atau sosial, hak milik, kelahiran atau status lainnya. Dari deklarasi tersebut pada tahun 1950 mulailah diperingati secara rutin Hari Hak Asasi Manusia di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Indonesia dan Hari Hak Asasi Manusia Internasional
Sebagai salah satu negara yang dibangun dengan asas kemanusiaan, Indonesia memiliki fokus khusus terhadap isu-isu seputar HAM. Bahkan, nilai HAM secara universal juga termuat dalam Konstutusi RI yang berupa UUD 1945. HAM disebutkan dalam Pembukaan UUD 45 lalu diperinci lagi dalam batang tubuhnya. Jadi, bisa dikatakan Indonesia memiliki landasan hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Tidak hanya dalam ranah konstitusi, dalam ranah dasar ideologi Indonesia juga menjunjung tinggi hak asasi manusia, yakni dalam Pancasila. Butir pertama hingga kelima dalam Pancasila memuat berbagai nilai HAM secara universal.
Di kancah internasional, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal itu terbukti dengan terpilihnya Indonesia sebagai Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Indonesia sendiri terpilih menjadi Dewan HAM PBB dalam beberapa periode. Terakhir, Indonesia berhasil meraih dukungan terbesar dalam voting yang dilakukan di New York, Amerika Serikat pada bulan Oktober 2019.
Sebagai salah satu Dewan HAM PBB, Pemerintah RI menaruh tiga prioritas utama. Pertama, Indonesia bertekad mendorong pemajuan dan perlindungan HAM, baik di Indonesia sendiri maupun di kancah internasional.
Kedua, Indonesia akan berusaha meningkatkan kapasitas negara-negara dalam penghormatan, pemajuan, dan perlindungan HAM. Hal itu dilakukan melalui berbagai kerja sama internasional.
Ketiga, Indonesia akan memperkuat kemitraan yang sinergis dengan berbagai pemangku kepentingan di berbagai negara tanpa melupakan kewajibannya dalam memperkuat pembangunan HAM di dalam negeri.
Meski memiliki tekat untuk membangun dan memperjuangkan HAM, Indonesia tak lepas dari pemasalahan yang menyangkut hak asasi manusia. Bahkan, beberapa masalah tersebut masih mengambang. Katakanlah kasus pelanggaran HAM di era Orde Baru. Hingga saat ini, kasus tersebut seolah masih mengambang dan belum menemui titik terang.
Tidak hanya masalah di Orde Baru, ada banyak kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang saat ini juga belum terselesaikan. Mulai dari penghilangan aktivis, kasus di Papua yang baru-baru ini kembali memanas, pembubaran diskusi di beberapa daerah, bahkan pembubaran golongan tertentu saat melakukan ibadah atau perkumpulan lain. Padahal, kebebasan-kebebasan tersebut dijamin oleh UUD 45. Di Hari Hak Asasi Manusia Internasional, Indonesia masih memiliki segudang pekerjaan yang berkaitan dengan HAM dan harus segera diselesaikan. Jika tidak ada usaha yang ditunjukkan secara serius, secara tidak langsung Pemerintah tidak mampu mengamalkan konstitusi dan ideologi yang dianut.