Hari ini 32 tahun yang lalu masyarakat indonesia mengalami duka mendalam atas meninggalnya salah satu musisi kenamaan, Gombloh. Duka ini tidak hanya dirasakan oleh kalangan musisi, tetapi juga masyarakat pada umumnya. Hal ini disebabkan tidak hanya lagunya yang sering membela masyarakat akar rumput, tetapi juga Gombloh terkenal sangat peduli dengan masyarakat dalam lagu-lagunya itu.
Terlihat ribuan orang dari semua kalangan ramai mengantarkan jenazah penyanyi yang terkenal dengan lagu Kebyar-kebyar ini. Gombloh dimakamkan pada 9 Januari 1988 di Pemakaman Islam Tembok Gede, Surabaya.
Dilansir dari Historia.id, bisa dibilang peristiwa kematian Gombloh dan iring-iringannya merupakan salah satu yang terbesar di Surabaya setelah Bung Tomo, Dr. Sutomo, dan Purnomo Kasidi.
Gombloh: Kabur dari ITS, Mengejar Impian Seorang Musisi
Gombloh, lahir 14 Juli 1948 di kota Jombang Jawa Timur. Ia memiliki nama asli Soedjarwoto Soemarsono. Gombloh merupakan anak ke-4 dari enam bersaudara dari orang tua Slamet dan Tatoekah.
Slamet berprofesi sebagai penjual ayam potong di pasar tradisional di kota mereka. Walaupun hanya penjual ayam potong, Slamet sangat berharap agar anak-anaknya dapat bersekolah setinggi mungkin agar dapat memiliki kehidupan yang lebih baik. Untuk itulah Gombloh muda dikuliahkan di ITS.
Di ITS Gombloh mengambil Jurusan Arsitektur, tetapi tidak diselesaikannya. Jiwa bebasnya tidak betah dalam disiplin yang ketat dan kuliah teratur. Apalagi fakultas teknik yang diambilnya terkenal dengan disiplin terketat di Indonesia. Keadaan ini membuat Gombloh sering membolos mengikuti kegiatan pembelajaran.
Kelakuan buruknya tersebut akhirnya diketahui oleh Slamet yang mendapat surat peringatan dari ITS. Mengikuti nalurinya untuk bermusik Gombloh menghilang ke Bali dan memulai petualangannya sebagai seniman.
Dalam jalan hidupnya sebagai seniman Gombloh pernah bergabung dengan grup Lemon Tree’s Anno ‘69 yang beraliran art rock/orchestral rock, dimana Leo Kristi dan Franky Sahilatua pernah menjadi anggota grup ini.
Gombloh dan Sosial: dari Lagu, BH, sampai Biaya Rumah Sakit
Seperti halnya penyanyi-penyanyi balada semasanya, sebut saja Iwan Fals dan Ebiet G. Ade, lagu-lagu Gombloh merupakan lagu-lagu tentang keadaan sosial masyarakat akar rumput. Mulai dari kehidupan keseharian mereka seperti Kilang-Kilang, Doa Seorang Pelacur, Nyanyi Anak Seorang Pencuri, Poligami Poligami, dan Selamat Pagi Kotaku, sampai tentang keadaan cinta mereka dalam lagunya yang berjudul Lepen.
Kepedulian Gombloh tidak hanya lewat kata-kata dalam lagu-lagunya, tetapi juga melalui aksi nyata dalam perbuatannya. Gombloh dikenal sering membelikan BH untuk para PSK di wilayah tempat tinggalnya.
Dilansir dari Historia.id, pada pertengahan 1979, Gombloh menyisihkan sebagian pendapatannya dari manggung di beberapa kafe, diskotik, dan pentas seni untuk membeli sejumlah BH alias bra. BH-BH itu lalu diberikannya pada para PSK Bangunrejo. Pernah juga Gombloh beli BH sampai sebecak penuh untuk dibagi-bagikan ke PSK. Bagi Gombloh PSK juga manusia dan punya hak untuk melindungi organ tubuhnya.
Selain BH, Gombloh juga membantu para PSK yang sakit untuk berobat. Dalam suatu kesempatan, Gombloh mendapat kabar ada seorang PSK di daerah Jarak sakit parah. Bersama rekannya, dia langsung mendatanginya dan menyuruh perempuan itu berobat ke dokter. Biaya berobat ditanggung oleh Gombloh.
Tribute Gombloh: dari Band Nasional sampai Band Internasional
Lagu-lagu Gombloh tidak hanya soal sosial kemasyarakatan, tetapi juga menyorot kebangsaan bahkan lingkungan. Dua lagunya yang masih sering terdengar sampai saat ini yaitu lagu kebangsaan Kebyar-kebyar dan lagu Berita Cuaca yang merupakan kritik terhadap keadaan lingkungan.
Lagu Berita Cuaca atau yang lebih kita kenal dengan Lestari Alamku diaransemen dan dipopulerkan oleh Band Rock papan atas Indonesia, Boomerang. Lagu ini pun masih terdengar enak di telinga dan seperti tak lekang oleh ratusan lagu yang datang setelahnya.
Tidak kalah dengan lagu Berita Cuaca, lagu Kebyar-kebyar diaransemen dan dibawakan oleh grup band dari Inggris, Arkana. Dilansir dari Detik.com, vokalis Ollie Jacobs tetap menyanyikan lirik lagunya dalam bahasa Indonesia, bahkan Ollie terdengar fasih berbahasa Indonesia. Yang lebih menarik, lagu ini menampilkan paduan suara dari anak-anak sekolah di Indonesia. Selain itu Arkara juga menambahkan alunan gamelan Jawa.
Lagu nasional itu juga pernah dibawakan Arkara saat memeriahkan acara ‘Syukuran Rakyat’ pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI di pelataran Monas, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2014).
Begitulah Gombloh dengan segala sepak terjangnya, meninggal di usianya yang sangat muda yaitu 39 tahun, ia telah memberikan sumbangsih besar bagi bangsa. Setelah kematiannya sejumlah seniman Surabaya membuat patung Gombloh seberat 200 kg dari perunggu yang ditempatkan di halaman Taman Hiburan Rakyat Surabaya. Dan pada tanggal 30 Maret 2005 dalam acara puncak Hari Musik Indonesia III di Jakarta, Gombloh mendapat penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia secara anumerta dari PAPPRI bersama sembilan musisi kenamaan lainnya.