Berawal dari percakapan singkat dua tokoh partai Gerindra yakni Fadli Zon dan Hashim Djojohadikusumo ketika mereka dalam perjalanan menuju Bandara Soekarno-Hatta pada November 2007. Dalam perjalanan tersebut mereka membicarakan keadaan memperihatinkan rakyat Indonesia yang masih terjerat kemiskinan karena hanya dijadikan pion dalam permainan besar politik Indonesia.
Mereka akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah partai baru yang berpihak kepada rakyat. Gagasan pendirian partai tersebut kemudian mulai dibicarakan di lingkaran orang-orang Hashim dan Prabowo Subianto. Setelah menjalani proses diskusi dan mufakat yang cukup panjang dan alot maka pada 6 Februari 2008 dideklarasikanlah sebuah partai baru berlambang kepala garuda yang bernama Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya).
Lahirnya Gerindra dan Tatanan Kekuasaan di Partai Golkar
Setelah gagasan pendirian partai baru diwacanakan di antara para tokoh dalam lingkaran Hashim dan Prabowo Subianto, tidak semua setuju akan hal tersebut. Mereka berpendapat jika ingin memperjuangkan rakyat maka bisa melalui partai besar yang sudah ada. Kebetulan saat itu Prabowo berstatus sebagai dewan penasehat Partai Golkar, sehingga bisa mencalonkan diri untuk maju menjadi ketua umum.
Ketika itu yang menjabat sebagai ketua umum Partai Golkar yakni Jusuf Kalla (JK) yang saat itu menjabat sebagai wakil dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Terkait hal itu Fadli Zon angkat bicara bahwa tidak mungkin JK memberikan jabatan ketua umum kepada Prabowo Subianto. Akhirnya setelah perdebatan yang cukup panjang maka diputuskanlah untuk membuat partai baru.
Untuk mematangkan konsep sebuah partai baru yang akan didirikan pada Desember 2007, di sebuah rumah, yang menjadi markas IPS (Institute for Policy Studies) di Bendungan Hilir, berkumpullah para tokoh. Hadir saat itu Fadli Zon, Ahmad Muzani, M. Asrian Mirza, Amran Nasution, Halida Hatta, Tanya Alwi, dan Haris Bobihoe.
Pembahasan berlangsung siang dan malam, bahkan dikabarkan Fadli Zon sempat sakit dan dirawat di rumah sakit. Awalnya partai akan menggunakan nama “Partai Indonesia Raya”. Namun nama tersebut pernah digunakan pada masa sebelumnya.
Melihat hal itu Hashim mengusulkan untuk mengganti kata ‘partai’ dengan kata ‘gerakan’ sehingga menjadi ‘Gerakan Indonesia Raya’ atau disingkat Gerindra. Sedang lambang kepala garuda diusulkan oleh ketua umum partai Prabowo Subianto.
Perjalanan Gerindra: dari Sebuah Partai Kecil hingga Menjadi Oposisi Terkuat
Pada Pemilihan Legislatif 2009, Gerindra berhasil meraih 4.646.406 suara (4,5 persen) dengan perolehan 26 kursi (4,64 persen) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Melihat perolehan tersebut, Prabowo Subianto percaya diri mencalonkan diri pada Pemilihan Presiden 2009. Berkoalisi dengan PDI-P, Prabowo maju sebagai cawapres dari capres Megawati Soekarnoputri.
Kalah di Pilpres, Gerindra bersama PDI-P menjadi parpol oposisi selama masa pemerintahan SBY-Boediono. Dengan menjadi oposisi suara Gerindra meningkat pesat. Pada Pemilu 2014, Gerindra menjadi partai politik ketiga terbesar di Indonesia, hanya kalah dari PDI-P dan Golkar.
Gerindra mendapatkan 73 kursi di DPR RI setelah meraih 14.760.371 suara (11,81 persen). Dengan perolehan tersebut Prabowo meyakinkan diri untuk maju mencalonkan diri sebagai capres bersama Hatta Rajasa dari PAN sebagai cawapres pada Pemilu 2014.
Namun, pada Pemilu 2014 Prabowo kalah dari dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Tidak ingin larut dalam kekakalahan Prabowo kembali mencalonkan diri pada Pemilu 2019 dengan rival yang sama yakni Joko Widodo. Meskipun dalam kesempatan ini Prabowo mengalami kekalahan lagi, tetapi masyarakat Indonesia bisa menyaksikan sendiri Prabowo Subianto dan Partai Gerindra telah menjadi oposisi terkuat dari pemerintah.
Masuknya Gerindra ke Koalisi Pemerintah
Partai Gerindra akhirnya memutuskan untuk masuk koalisi pemerintahan Joko Widodo setelah kalah pada pemilu 2019. Sehingga Partai Gerindra juga mengisi jabatan menteri dalam Kabinet Indonesia Maju Jilid II yakni Prabowo Subianto sendiri sebagai Menteri Pertahanan dan Waketum Gerindra Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Berposisi sebagai oposisi terkuat pemerintah, masuknya Gerindra ke dalam koalisi menimbulkan banyak polemik dan pertanyaan baaik dari dalam atau pun dari luar partai. Banyak pengamat memperkirakan elektabilitas Gerindra akan menurun setelah bergabung dalam koalisi.
Menyikapi hal tersebut Prabowo Subianto menegaskan bahwa Gerindra akan selalu mengutamakan kepentingan nasional baik di dalam pemerintahan atau pun di luar pemerintahan. Bagaimana jalan selanjutnya dari partai berlambang kepala garuda ini hanya waktu yang akan menjawabnya.