Djawanews.com – Pergerakan nasional di masa kemerdekaan Indonesia tak hanya dilakukan oleh orang-orang pribumi saja, namun juga minoritas Indo (campuran keturunan Indonesia dan Eropa).
Salah satunya adalah Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 8 Oktober 1879, berdarah campuran Belanda, Prancis, Jerman, dan Jawa.
Tokoh yang juga dikenal dengan nama Danudirdja Setiabudi ini adalah cucu-keponakan Eduard Douwes Dekker atau Multatulli yang menulis novel penggugat tanam paksa berjudul Max Havelaar (1860).
Kiprah E.F.E Douwes Dekker di Pergerakan Nasional
Pada saat perang Boer di Afrika Selatan, pada 1905, Ernest Douwes Dekker kembali ke Hindia Belanda.
Dia bekerja di Bataviasche Niuwsblad, salah satu surat kabar yang cukup progesif pada masa itu.
Dari situ, Dowes Dekker mulai membangun jaringan aktivisme. Dia berkawan baik dengan para pelajar STOVIA seperti Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, dan Soewarno.
Dari pertemanannya dengan pelajar STOVIA tersebut Douwes Dekker juga mengenal dokter Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat.
Kelak, nama meraka tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai “Tiga Serangkai.”
Karier Doewes Dekker di Bataviasche Niuwsblad tak begitu lama. Dia keluar dari surat kabar tersebut setelah berselisih dengan pemimpin redaksinya yang bernama belakang Zaalberg.
Setelah itu, Dia kemudian bermukim di Bandung dan mendirikan koran De Express.
Tanggal 25 Desember 1912, Douwes Dekker, Tjipto, dan Soewardi mendirikan Indische Partij (IP) dan surat kabar yang didirikan Douwes Dekker menjadi corong partai tersebut.
Mereka yang tergabung dalam IP berasal dari kalangan pribumi dan peranakan Indo Eropa, paling banyak adalah keturunan Belanda.
Mereka, orang-orang Indo yang menjadi anggota IP, percaya bahwa masa depannya berada di Hindia Belanda.
Melansir Tirto, menurut Margono Djojohadikoesoemo, Douwes Dekker merupakan salah seorang Indo yang menolak penggunaan istilah “inlander” bagi pribumi.
Selain itu, dia juga mempertanyakan hukum kolonial yang diskriminatif terhadap kaum pribumi.
Dia memiliki cita-cita mengahapus diskriminasi rasial dan mendorong agar kehidupan orang-orang pribumi dapat lebih baik. Baginya, Hindia Belanda adalah tanah airnya juga.
Karenanya, tak heran jika partai yang didirkan bersama dua kawannya itu memiliki semangat anti-kolonial. IP memiliki gagasan agar Hindia Belanda dapat merdeka.
Akan tetapi, pada 1913, IP dibubarkan oleh pemerintah kolonial karena dianggap radikal dan menyebarkan kebencian terhadap pemerintah.
Kiprah Douwes Dekker dalam masa pergerakan nasional menginspirasi banyak pejuang muda. Di antaranya Tjokroaminoto dengan Serikat Islam. Lalu Soekarno yang mendirikan Partai Nasional Indonesia.
E.F.E Douwes Dekker meninggal pada 28 Agustus 1950, tepat pada hari ini 70 tahun yang lalu karena sakit.