Tepat pada hari ini 19 tahun yang lalu, bom meledak secara bersamaan di sejumlah gereja di Indonesia. Teror itu terjadi saat umat Kristiani tengah melakukan Misa Natal pada Minggu, 24 Desember tahun 2000.
Gereja di sejumlah kota seperti Medan, Pematang Siantar, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Pangandaran, Kudus, Mojokerto, dan mataram menjadi sasaran serangan bom di malam natal, dikutip dari Tirto.
Di Jakarta, bom meledak di empat gereja yakni Gereja Katedral, Gereja Matraman, Gereja Koinonia Jatinegara, dan Gereja Oikumene Halim. Selain itu, bom natal juga menghajar Sekolah Kanisius Menteng Raya.
Peristiwa yang sama juga terjadi di Batam. Ledakan bom terjadi di Gereja Katolik Beato Damian Bengkong, Gereja Kristen Protestan Simalungun Sungai Panas, Gereja Bethany Lantai II Gedung My Mart Batam Center serta Gereja Pantekosta di Indonesia Pelita, Jalan Teuku Umar.
Sedangkan di Pekanbaru, bom meledak di Gereja HKBP Pekanbaru, Jalan Hang Tuah dan Gereja di jalan Sidomulyo.
Di Kabupaten Mojokerto, sejumlah bom diledakkan di Gereja Allah Baik, Jalan Tjokroaminoto, Gereja Bethany, dan Gereja Eben Haezer di Jalan Kartini serta Gereja Santo Yosef, Jalan Pemuda.
Sukabumi jadi sasaran ledakan bom, tepatnya di Gereja Pantekosta Sidang Kristus, Jalan Masjid 20 Alun-alun Utara dan Gereja di jalan Otto Iskandardinata.
Di Bandung, ledakan terjadi di Pertokoan Jalan Cicadas dan di Jalan Terusan Jakarta 43. Di Mataram, serangan bom menyasar Gereja Protestan Barat Imanuel, Jalan Bung Karno, Gereja Betlehem Pantekosta Pusat Surabaya (GBPPS), serta Pekuburan Kristen Kapitan Ampenan.
Semenntara di Kudus, serangan bom menyasar Gereja Santo Yohanes Evangelis di Jalan Sunan Muria.
Anggota Banser jadi juru selamat
Pendeta Gereja Eben Haezer, Rudi Sanusi Wijaya, menceritakan detik-detik menjelang bom meledak dan menewaskan Riyanto, salah satu anggota Barisan Ansor Serba Guna (Banser) yang saat itu sedang membantu menjaga gereja.
Pada mulanya, acara Misa Natal berjalan dengan lancar. Orang-orang mulai panik saat ditemukan sebuah tas kecil di bawah salah satu bangku jemaat.
Rudi kemudian membuka tas tersebut untuk menemukan identitas pemiliknya. Akan tetapi, tidak ditemukan apa-apa selain bungkusan kado.
Karena khawatir, Rudi kemudian meminta pengurus gereja untuk menyerahkan bungkusan kado tersebut kepada petugas keamanan.
“Sebelum bungkusan kado sampai ke petugas, bom lain yang terletak di luar gereja meledak,” ungkapnya.
Bom pertama diledakkan di bawah telepon umum, di seberang jalan depan gereja. Ketika diperiksa polisi, isisnya rangkaian kabel. Riyanto kemudian berinisiatif memasukkan bom ke dalam saluran air atau gorong-gorong dengan harapan agar tidak meledak.
“Namun bom itu meledak di dalam gorong-gorong,” katanya.
Ledakan tersebut membuat Riyanto terpental hingga 30 meter, melewati Gereja Eben Haezer sampai di belakang rumah warga.
Pasca ledakan tersebut, jemaat baru ingat kalau ada bungkusan yang diduga bom di dalam gereja. Bungkusan itu kemudian dibawa ke tengah jalan dan meledak.
Bom malam natal dipicu konflik ambon
Edy Setiono, terpidana seumur hidup kasus Bom Natal mengatakan, serangan bom saat malam kudus dijadikan sebagai shock therapy agar konflik di Ambon segera berahkir.
“Konflik di Ambon tak kunjung berakhir, kami berpikir membuat gebrakan di Jakarta, agar mereka takut dan berhenti,” ujar Edy melansir Tempo.
Sementara itu, terdakwa bom natal lain, Umar Patek, menceritakan persiapannya meledakkan enam gereja di Jakarta pada 24 Desember tahun 2000. Kala itu, Dulmatin, mengajak Patek Ke Jakarta untuk bekerja. Mengutip Tirto.
“Kalau sudah siap, kamu ikut saya ke Jakarta,” kata Dulmatin kepada Patek.
Tak lama kemudian, Patek mendapat kabar untuk menyusul Dulmatin. Saat di Jakarta, ia berjumpa dengan Imam Samudra, dan Mukhlas, dua orang pelaku Bom Bali.
Imam Samudra menyatakan bahwa dirinya akan melakukan aksi belas dendam atas kejadian yang menimpa umat Muslim di Ambon dan Poso dengan meledakkan sejumlah gereja di Jakarta.
Patek lantas membantu Dulmatin mempersiapkan sejumlah bom yang akan diledakkan di malam Natal tahun 2000. Ia menyebut, kemampuan Dulmatin merakit bom diperoleh ketika berada di Afghanistan.
“Semua pelaku yang pernah ke Afghanistan, pasti dapat merakit bom,” katanya.
Setelah jumlah bom rakitan dirasa cukup, Dulmatin dan Umar Patek pergi ke tempat sasaran dengan sebuah mobil yang dikendarai oleh Edy. Selama perjalanan, Dulmatin mengatur waktu peledakan.
“Semua diatur Jam 00.00, menggunakan jam alarm, tinggal dipencet pas jam 9,” kata Umar Patek.
Beberapa saat kemudian, bom buatan Dulmatin meledak di sejumlah Gereja di Jakarta. Dua tahun setelah peristiwa bom malam Natal, Imam Samudra dan komplotannya meledakkan bom di dua kelab malam yang berada di kawasan Legian, Denpasar Bali, Sari Club dan Paddy’s Club. Ledakan itu menewaskan 202 nyawa, 164 diantaranya adalah warga asing dari 24 negara, sedangkan 38 lainnya warga Indonesia.