Djawanews.com – Ki Hadjar Dewantara dan Radjiman Wediodiningrat merupakan orang yang memberi usulan kepada Sukarno, Hatta, dan Ali Sastroamidjojo (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) agar menjadikan hari berdirinya organisasi Boedi Oetomo (20 Mei 1948) sebagai Hari Kebangunan Nasional yang ke-40 (saat ini Hari Kebangkitan Nasional). Seperti diketahui, organisasi pemuda itu didirikan pada 20 Mei 1908.
Terkait hal tersebut, menurut Ki Hadjar Dewantara, dalam Dari Kebangunan Nasional sampai Proklamasi Kemerdekaan, gagasan pemilihan hari besar tersebut datangnya dari Sukarno. Ki Hadjar menulis, “Hari itu (20 Mei 1908) menurut beliau adalah hari yang patut dianggap hari mulia oleh bangsa Indonesia karena pada hari itu perhimpunan kebangsaan yang pertama, yaitu Boedi Oetomo, didirikan dengan maksud menyatukan rakyat, yang dulu masih terpecah-belah, agar dapat mewujudkan suatu bangsa yang besar dan kuat.”
Jika kita lihat lagi soal Boedi Oetomo, organisasi ini disebut sebagai organisasi pemuda yang menjadi cikal bakal persatuan dan perjuangan masyarakat dalam memperjuangkan kemerdekaan. Namun, benarkah hal tersebut hanya digerakkan oleh para pemuda?
Boedi Oetomo, Pemuda, dan Para Priayi
Organisasi yang merupakan buah gagasan Wahidin Sudirohusodo ini tidak lama kemudian memiliki banyak anggota (total 650 orang). Tambahan anggota merupakan para pemuda terpelajar dari beberapa sekolah lanjutan selain STOVIA. Ketika itu, para pentolan Boedi Oetomo sadar, kemajuan bangsa masih bergantung pada sikap para priayi.
Mereka kemudian menghubungi para priayi, yang ketika itu telah tergugah hatinya, seperti Pangeran Ario Notodirodjo dari Pakualaman dan para bupati dari beberapa kota (Jepara, Demak, Serang, Tuban, Temanggung, Karanganyar, dan Kutoarjo). Selain itu, para pendiri Boedi Oetomo itu juga menghubungi adik-adik R.A. Kartini.
Setelah itu, Boedi Oetomo akan melakukan sebuah kongres. Jumlah anggotanya ketika itu semakin banyak, yaitu 1.200 orang, dengan 700 di antaranya merupakan pejabat dan masyarakat bukan siswa. Dengan begitu, keanggotakan Boedi Oetomo didominasi oleh golongan bukan siswa. Para petinggi Boedi Oetomo kemudian memilih Yogyakarta sebagai tempat kongres pertama.
Dari hal tersebut, tampaklah bahwa meski didirikan para pemuda terpelajar, Boedi Oetomo tidak terlepas dari peran para priayi (golongan tua) dan masyarakat bukan siswa. Boedi Oetomo adalah kesatuan bangsa.