Djawanews.com – Korea Selatan tak hanya memiliki industri hiburan yang baik, sektor pariwisata yang dimiliki juga cukup maju. Salah satu yang menonjol dari negara itu adalah pulau Jeju.
Pulau Jeju adalah salah satu pulau eksotis yang dimiliki Korea Selatan. Tidak hanya menyimpan keindahan alam, kebudayaan pulau Jeju juga jadi alasan mengapa pulau ini sering dikunjungi wisatawan. Atas kedua hal itu, pulau Jeju disebut sebagai Hawainya Korea (Hawai of Korea).
Di balik segala daya magnet yang dimiliki, pulau Jeju ternyata menyimpan tragedi kelam. Tragedi itu terjadi pasca kependudukan Jepang di Korea Selatan yang dinamai dengan Jeju sa.sam sageon atau lebih mudahnya disebut Pemberontakan dan Pembantaian Jeju.
Sejarah kelam Pemberontakan Jeju
Pemberontakan dan Pembantaian Jeju terjadi 72 tahun yang lalu, tepatnya pada 3 April 1948. Sebelum menjadi destinasi wisata favorit, pulau itu jadi tempat di mana pendukung komunis melancarkan protesnya terhadap pemerintah Korea Selatan yang baru.
Sebagai informasi, meski Korea lepas dari Jepang, negara itu justru terpecah dan masing-masing berada di bawah pengaruh dua negara adidaya. Uni Soviet bercokol erat pada pemerintahan Korea bagian Utara dan Amerika Serikat bercokol di Korea bagian Selatan.
Pada 14 November 1947, United Nation atau UN (PBB) mengeluarkan keputusan bahwa Korea akan mengadakan pemilihan umum. Untuk menjaga stabilitas, UN akan mengawasi pemilihan secara langsung.
Namun, Uni Soviet tak setuju dengan keputusan UN. Ketidaksetujuan Uni Soviet membuat UN memutuskan untuk memberlakukan keputusannya hanya di Korea Selatan. Pemilu tetap berjalan sesuai rencana dan akan diselenggarakan pada 10 Mei 1948.
Keputusan UN untuk tetap mengadakan pemilu menuai protes, terutama bagi penduduk yang ada di Pulau Jeju. Ada pendapat yang menyatakan bahwa penentang Pemilu adalah seluruh masyarakat yang ada di Jeju. Dikutip Djawanews dari jejudarktours.org, penduduk Pulau Jeju tak ingin Korea terpecah menjadi dua.
Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa penentang pemilu dilakukan oleh komunis. Partai Pekerja Komunis Korea Selatan misalnya, yang menentang, mengecam, dan berusaha menahan agenda pemilu yang saat itu akan diselenggarakan 10 Mei 1948.
Awalnya pertentangan berupa demonstrasi bersar-besaran. Untuk meredamkan aksi, polisi dan militer menangkap 2.500 demonstran dengan 6 orang di antaranya terbunuh. Sikap polisi dan militer memancing amarah demonstran yang berujung pada aksi-aksi selanjutnya. Banyak fasilitas umum dirusak, tidak terkecuali pos polisi.
Tragedi berdarah ini sempat meledak meski pada akhirnya militer dan polisi saat itu berhasil meredamkan situasi. Sayangnya, pemadaman gejolak tidak dilakukan dengan baik. Pasalnya, polisi dan militer dinilai berkontribusi menghilangkan nyawa ribuan demonstran. Belum jelas secara pasti berapa jumlah korban yang meninggal. Namun, ada yang menyatakan jumlah korban mencapai 30.000 orang atau 10% dari populasi Pulau Jeju saat itu.