Djawanews.com – Ketika Hasanuddin naik takhta sebagai raja baru menggantikan ayahnya, Sultan Malikusais yang wafat pada 6 November 1653, Kesultanan Gowa dengan cepat mencapai puncak kejayaannya.
Di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin, Kesultanan Gowa menguasai jalur timur perdagangan utama di Nusantara bagian timur. Namun kepemimpinannya bukan tanpa aral, di puncak kejayaan, eks panglima pertahanan kesultanan Gowa itu harus berhadapan dengan Belanda melalui serikat perdagangannya, VOC yang hendak menguasai jalur perdagangan strategis di kawasan tersebut.
Perang panjang di Makassar pun berkecamuk. Belanda mengirimkan 2.600 pasukan bantuan dari Batavia, termasuk prajurit pribumi. Perang lantas pecah pada pada pertengahan 1660.
Akhir hayat Sultan Hasanuddin
Tujuh tahun kemudian, tepat pada 18 November 1667, Sultan Hasanuddin bersedia meneken Perjanjian Bungaya, sebuah kesepakatan damai dengan Belanda.
Nahas, belum lama gencatan senjata antara Kesultanan Gowa dan VOC disepakati, peperangan sengit pecah kembali di sejumlah lokasi. Belanda kembali mendatangkan bala bantuan dari Batavia sehingga lagi-lagi pasukan Sultan Hasanuddin menelan kekalahan. Kali ini benar-benar telak.
Sultan Hasanuddin menyerah untuk kedua kalinya pada akhir 1669. Ia meletakkan takhta.
Di akhir hayatnya, Sang Ayam Jantan dari Timur hidup dalam nestapa hingga menghembuskan napas terakhir pada 12 Juni 1670. Dan kejayaan Kesultanan Gowa tak pernah terulang kembali.