Seratus satu tahun Afghanistan diakui sebagai negara, perang masih terus menghantui warga sipil, menelusup melalui peluru, bom dan serangkaian kekerasan yang tiada berkesudahan.
Djawanews.com – Pada 19 Agustus 1919, Aghanistan diakui sebagai negara. Namun satu abad lebih satu tahun usianya, masyarakat di negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Selatan ini tidak pernah lepas dari konflik berdarah.
Di negara ini, maut selalu berada di manapun, menelusup melalui peluru, bom dan serangkaian kekerasan yang tiada berkesudahan.

Afghanistan (EPA)
Bahkan kini, kondisinya jauh lebih buruk. Sejak Amerika Serikat menginvasi Afghanistan pada 2001, kawasan ini tak pernah jauh lebih berbahaya dibandingkan sekarang. Tujuh belas tahun pasca kejatuhan Taliban, rezim ini kembali mendominasi lebih banyak wilayah di Afghanistan. Sebagian besar provinsi seperti Helmand dan Kandahar—tempat ratusan tentara AS, Inggris, dan pasukan asing lainnya tewas—kini berada di bawah kendali Taliban.
Di lain pihak, Amerika Serikat yang masih berhasrat menguasai lebih banyak kawasan di Afghanistan, mengerahkan tekanan militer maksimum, melalui serangan udara intensif dan serangan pasukan khusus. Genderang perang bertabuh. Rezim Donald Trump mengerahkan 14.000 pasukan militer AS di Afghanistan dan memperpanjang rekor perang yang dijalani negara itu.
Ketegangan pun semakin meningkat, pasca pejabat AS menuding sejumlah negara seperti Pakistan, Rusia dan Iran mendukung Taliban, kendati mereka secara keras membantahnya.
Korban dari perang kepentingan antarkelompok ini tak lain adalah masyarakat sipil. Berdasarkan laporan PBB, lebih dari 10.000 penduduk sipil tewas dan terluka pada tahun 2017, dan jumlahnya diperkirakan jauh lebih banyak pada tahun-tahun sesudahnya.