Tigapuluh dua tahun telah berlalu sejak tragedi kecelakaan yang melibatkan dua kereta api, KA 255 dan KA 220, terjadi. Kedua kereta api tersebut beradu kepala pada hari Senin pagi, 19 Oktober 1987. Dentuman keras terdengar oleh warga sekitar yang kemudian disusul dengan suara jerit tangis penumpang yang ada di dalam kereta. Tragedi Bintaro jadi salah satu kecelakaan kereta api terparah di Indonesia karena merenggut ratusan korban jiwa.
Kronologi Tragedi Bintaro yang Beredar
Senin pagi, 19 Oktober 1987, penumpang kereta api (KA) 225 trayek Rangkasbitung—Jakarta Kota sedang padat-padatnya. Sebanyak 1.887 penumpang dimuat dalam kereta tersebut. Tak hanya duduk di dalam kereta api, beberapa penumpang juga bergelantungan di pintu gerbang, bahkan ada yang duduk di atap kereta api. Bisa dikatakan, KA 225 telah melebihi jumlah kapasitas penumpang yang seharusnya.
Kereta api lain yang juga terlibat Tragedi Bintaro yakni KA 220 jurusan Tanah Abang—Merak. Berbeda dengan KA 225, KA 220 hanya berisi 478 penumpang. Sedangkan kapasitas angkutnya sebesar 685 penumpang.
Kronologi kecelakaan di Bintaro memiliki beberapa versi. Dari versi masinis sendiri dan dari versi yang sempat berkembang di beberapa media. Kronologi yang beredar di media sempat dianggap menyudutkan salah satu masinis kereta.
Yang harus diketahu pertama adalah, untuk menentukan kereta api berangkat bukanlah masinis, namun ada petugas lain. Hak keberangkatan KA berada di bawah perintah Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA). PPKA disimbolkan memakai pet merah.
Untuk memberangkatkan kereta, PPKA tidak bisa semaunya sendiri. Ia harus berkoordinasi dengan PPKA yang berwenang di stasiun lain. Koordinasi ini dilakukan untuk memastikan keamanan jalur KA hingga sampai stasiun tujuan.
Bermula dari keberangkatan KA 225 yang tiba di Stasiun Sudimara pada pukul 06.50 WIB. Di stasiun ini, KA 225 berhenti sebentar untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Beberapa waktu kemudian, PPKA Stasiun Sudimara meniupkan pluit atau dalam bahasa perkeretaapian sebagai semboyan 46.
Dengan adanya Semboyan 46, berarti KA 225 yang dimasinisi oleh Slamet Suradio harus melakukan langsir (berpindah jalur rel). Langsir harus dilakukan karena KA 225 berada di lintasan tiga. Padahal jalur tersebut akan dilewati KA 220 yang berangkat dari Kebayoran Lama pukul 06.46.
Ada tiga lintasan kereta di Stasiun Sudimara. Lintasan pertama dimaksudkan untuk KA 225, lintasan dua dimaksudkan untuk kereta api pengangkut semen milik PT Indocement dari Cibinong. Sementara lintasan tiga akan digunakan KA 220.
Meski Semboyan 46 telah dikeluarkan, tanpa diduga Slamet Suradio justru melajukan KA 225 meninggalkan Stasiun Sudimara. Padahal KA 225 harus langsir ke lintasan satu. Mengetahui hal tersebut, PPKA Stasiun Sudimara berusaha menghentikan kereta KA 225.
PPKA Stasiun Sudimara meniupkan pluit sambil mengayunkan bendera merah, yang berarti kereta harus berhenti. Usaha PPKA Stasiun Sudimara sia-sia. Slamet Suradio tak melihat bendera merah yang diperuntukkan bagi kereta yang dikemudikannya.
Di kilometer 17, KA 225 dan KA 220 kemudian beradu kepala. Keduanya saling berbenturan di lintasan satu. Dentuman hebat bahkan terdengar santer oleh warga sekitar. Kedua kereta berhenti dengan keadaan ringsek parah.
Banyak penumpang terjepit, potongan tubuh berserakan di sekitar kereta, darah mengalir dari puing kereta. 19 Oktober 1987 jadi hari yang paling suram dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Atas kecelakaan tersebut, Slamet Suradio selaku masinis KA 225 jadi pihak yang disalahkan. Ia dianggap melanggar aturan dengan memberangkatkan kereta tanpa izin PPKA.
Pengakuan Masinis yang Selamat dari Tragedi Bintaro
Meski kecelakaan KA 220 dan 225 merenggut banyak korban, masinis KA 225 berhasil lolos dari maut. Di beberapa media, Slamet sempat diwawancarai. Ia diminta menceritakan kembali peristiwa tersebut. Dalam pengakuannya, ia baru melihat KA 220 sekitar 30 meter sebelum tabrakan. Usaha pengereman sempat ia lakukan, namun gagal.
Sebuah tayangan Youtube milik Kisah Tanah Jawa (11/10/2019) mencoba mencari tahu kejadian yang sebenarnya. Dalam videonya, Slamet mencoba membela diri. Ia justru mengaku hanya mengikuti instruksi dari PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api).
“Yang seharusnya saya di Sudimara bersilangan dengan KA 220 dibatalkan oleh PPKA yang sedang dinas. Berarti saya nunggu di jalur 3. Karena belum ada perintah berangkat, saya tetap menunggu, ” ujar Slamet yang diambil dari YouTube Kisah Tanah Jawa.
“Jadi kalau ada orang mengatakan berangkat sendiri itu bohong, apa untungnya saya memberangkatkan kereta sendiri,” lanjut lelaki yang kini mulai dimakan usia itu.
Setelah beberapa saat menunggu, Slamet mengaku menerima instruksi untuk berangkat di jalur tiga. Ia tak merasa khawatir karena tidak ada sinyal apapun yang diterma Slamet. Betapa terkejutnya ia saat melihat KA 220 berada di lintasannya. Padahal Slamet sudah mengantongi PTP (Pemberitahuan Tentang Persilangan) yang cukup menjadi bukti bahwa situasi sudah aman.
“Saya terus narik rem bahaya, ternyata gagal, tidak bisa berhenti, tetep terjadi tabrakan,” jelas Slamet.
Tabrakan tak bisa dihindarkan. Wajahnya bersimbah darah karena pecahan kaca. Ia tak bisa berjalan, sampai akhirnya ia dilarikan ke rumah sakit. Penderitaan Slamet terus berlanjut. Berbagai ancaman didapatkan Slamet atas kejadian itu. Ia bahkan mengaku hampir diculik saat masih dalam masa perawatan di rumah sakit. Akhirnya, Slamet harus dipenjara kurang lebih 3 tahun 3 bulan.
Belum selesai masa tahanan Slamet, istrinya lebih dulu meminta ia untuk menceraikannya. Istrinya meminta cerai agar ia bisa menikah dengan rekan masinis Slamet yang lain. Tak hanya masalah rumah tangga, pemerintah juga mencabut hak uang pensiun Slamet. Hingga kini, Slamet masih berharap pemerintah mengembalikan hak pensiunnya karena ia merasa tidak bersalah atas kejadian tersebut.
Kejadian Mistis di Lokasi Tragedi Bintaro
Ada berbagai kejadian mistis yang diceritakan oleh warga sekitar. Kejadian tersebut berupa sura, penampakan, dan masih banyak lagi. Beberapa kejadian mistis di lokasi Tragedi Bintaro telah kami rangkum sebagai berikut.
1. Rintihan dan suara jerit tangis di malam hari
Beberapa warga sekitar mengaku sering mendengar suara yang membuat bulu kuduk merinding. Suara tersebut berasal dari lokasi Tragedi Bintaro. Masyarakat sering mendengar suara rintihan dan tangis minta tolong. Saat beberapa orang mencoba menghampiri sumber suara, mereka menjumpai manusia dengan kondisi wajah yang hancur dan berlumuran darah.
2. Anak kecil yang terlihat bermain di lokasi
Salah satu mitos yang kemudian berkembang hingga sekarang adalah adanya penampakan anak kecil yang berlarian di rel kereta. Sosok tersebut diartikan sebagai peringatan akan ada kejadian besar di rel Tragedi Bintaro.
3. Potongan tubuh melayang
Tragedi Bintaro memakan ratusan korban jiwa. Kondisi korban yang meninggal dunia sebagian dalam kondisi yang menyedihkan. Sejak saat itu, di lokasi kejadian kecelakaan sering terlihat potongan tubuh yang bergerak. Mulai dari tubuh tanpa kepala, potongan tangan, dan masih banyak lagi.