Djawanews.com—Kedaulatan RI masih dalam kondisi tawar-menawar di PBB. Belanda dan Sekutu juga masih melakukan penyerangan di Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota negara. Salah satu penyerangan dari Belanda tersebut dikenal dengan Agresi Militer II Belanda.
Merespon hal tersebut, militer Indonesia di bawah pimpinan Jenderal Sudirman melakukan serangan besar-besaran di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.
Serangan 1 Mendapat Mendapat Pengakuan PBB
Sebenarnya sejak awal tahun 1949 pihak militer sudah gerah dengan tingkah semena-mena Belanda terhadap bangsa Indonesia yang sudah memproklamasikan kemerdekaan.
Terkait hal tersebut Letkol Soeharto memiliki rencana untuk melakukan pembalasan. Sehingga pada tanggal 1 Maret, setelah sepakat dengan Jenderal Soedirman dan Kolonel Bambang Sugeng, pasukan militer yang dibagi menjadi beberapa komando kemudian menyerang dari segala arah.
Letkol Soeharto sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III memimpin penyerangan dari sisi barat sampai ke Malioboro. Sisi utara dipimpin oleh Mayor Kusno. Sementara Venjte Sumual yang dipimpin Mayor Saryono menyerang sisi selatan dan timur. Sedangkan wilayah kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan masduki.
Meski hanya berhasil menduduki Yogyakarta selama 6 jam, serangan tersebut berdampak luas dan menarik perhatian dunia, bahkan forum PBB di New York. Dengan demikian, meski secara tidak langsung, serangan ini memiliki andil besar dalam pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada 27 Desember di tahun yang sama.
Untuk mengenang jasa pahlawan yang gugur dalam penyerangan tersebut, maka didirikan Monumen Serangan Umum 1 Maret yang sampai sekarang masih berdiri tegak di Jl. Margo Mulyo No.6, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Ikuti berita-berita terbaru dan menarik lainnya yang telah disediakan Djawanews untuk menemani harimu di sini.