Djawanews.com – 171 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 2 Juni 1849, Sri Susuhunan Pakubuwana VI meninggal dunia di Ambon. Ia meninggal dalam usia 42 tahun. Meski ratusan tahun telah berlalu, kematian raja Kasunanan Surakarta itu masih mengganjal.
Kematian Pakubuwono VI dan Siasat Licik Belanda
Pada tahun 1800-an, Surakarta dan Yogyakarta sempat berada dalam pengaruh Belanda. Masing-masing kerajaan memiliki taktik sendiri dalam menghadapi permainan politik Belanda demi keselamatan rakyat dan kerajaan.
Sebagai raja Surakarta, Pakubuwana VI berusaha untuk menghindari intervensi Belanda dengan pasif. Di sisi lain, pengaruh Belanda yang besar membuat geram keraton Yogyakarta. Dari kegeraman ini meletuslah Perang Diponegoro.
Meski Surakarta dan Yogyakarta memiliki hubungan yang dekat, bukan berarti keduanya memiliki respon yang bebarengan. Dalam artian, saat Pangeran Diponegoro melawan Jenderal de Kock yang mewakili Belanda, Surakarta masih pasif.
Pakubuwana VI tidak secara terang-terangan membela Diponegoro, tetapi juga setengah hati membela Belanda. Mungkin perasaan ini yang membuat raja Surakarta itu terpaksa membagi kekuatannya; membantu Diponegoro dengan diam-diam dan membantu Belanda dengan ogah-ogahan agar rakyat dan kekuasaannya aman.
Perang usai pada tahun 1830. Pangeran Diponegoro berhasil dijebak oleh Belanda. Mereka mengasingkan Diponegoro ke Manado lalu dipindahkan ke Makasar hingga wafat.
Tetapi, Belanda ternyata telah menaruh kecurigaan terhadap Pakubuwana VI sejak lama. Namun mereka belum menemukan bukti atas kecurigaan mereka.
Belanda mulai mencari-cari kesalahan Pakubuwana VI. Siasat licik juga dimainkan demi menghukum raja Surakarta yang dikenal pula dengan Sinuhun Bangun Tapa.
Hingga pada akhirnya Belanda berhasil menangkap Pakubuwana VI dengan tuduhan penghianatan. Ia dilengserkan dan diganti oleh raja baru pilihan Belanda, Raden Mas Malikis Solikin yang kemudian bergelar Pakubuwono VII.
Seperti Diponegoro, Pakubuwono VI ditangkap dan dibuang ke Ambon. Ia dilaporkan Belanda meninggal di Ambon pada 2 Juni 1849. Dalam laporan tersebut, Pakubuwono VI dikatakan tewas karena kecelakaan.
Selama bertahun-tahun, tak ada kecurigaan atas laporan yang diberikan Belanda mengenai sebab kematian Pakubuwono VI. Hingga pada tahun 1957, kuburan Pakubuwono VI dibongkar untuk memindahkan jasadnya ke makam raja-raja Mataram di Imogiri, Yogyakarta. Saat pemindahan ternyata ditemukan lubang bekas peluru di tengkorak Pakubuwono VI.