“Hidup itu seperti UAP, yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap !!
Ketika Orang memuji MILIKKU, aku berkata bahwa ini HANYA TITIPAN saja.”
Itulah sepenggal kutipan puisi terakhir WS Rendra yang berjudul Hidup Itu UAP. Puisi ini dibuat sesaat sebelum beliau meninggal dunia di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Depok, Kamis (6/8/2009) malam, saat usianya menginjak 73 tahun.
Mungkin banyak dari Anda yang mengetahui WS Rendra bukan? Bagi Anda yang belum mengetahui atau ingin mengetahui lebih dalam tentang WS Rendra, spesial di ulang tahun WS Rendra ke-84 yang jatuh pada hari ini, kami akan mengulas sepenggal kisah hidup WS Rendra yang dilansir dari beberapa sumber.
Biografi Singkat WS Rendra
Meski kini raganya sudah tiada, nama WS Rendra akan terus dikenang sebagai salah satu sastrawan hebat di Indonesia. Pemilik nama asli Wilibrodrus Surendra Broto Rendra lahir di Surakarta pada 7 November 1935. Ia lahir dari orang tua yang juga seniman, yaitu Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Ayu Catharina Ismadillah.
Sang ayah bekerja sebagai pemain drama, sedangkan ibunya adalah seorang penari serimpi yang kerap tampil di Keraton Solo. Tak hanya menjadi pemain drama, ayahnya juga mengajar pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di Sekolah Khatolik, Surakarta.
Memiliki kedua orang tua berdarah seni, hal ini tentu saja berpengaruh besar pada bakat seni yang dimiliki WS Rendra. Buktinya Rendra sudah menunjukkan ketertarikannya di bidang seni sedari kecil. Sejak SMP, Rendra telah mementaskan drama berjudul Kaki Palsu untuk pertama kalinya.
Ditahun 1952, tepatnya setelah lulus dari SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Solo, Rendra sempat berkeinginan untuk melanjutkan sekolah di Akademi Luar Negeri yang berlokasi di Jakarta. Namun sayang sekali, belum sempat menempuh pendidikan di Akademi Luar Negeri, sekolah tersebut sudah tutup.
Gagal melanjutkan sekolah di Akademi Luar Negeri, kemudian Rendra melanjutkan kuliah Jurusan Fakultas Sastra Inggris di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Meski tidak tamat kuliahnya, namun Rendra berhasil menerima gelar Honoris Causa dari UGM karena ia tak pernah berhenti belajar dan berkarya.
Selain itu, Rendra juga berhasil mendapatkan beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA) pada tahun 1954. Selama 3 tahun, Rendra mempelajari lebih dalam tentang seni tari dan teater. Selain itu, WS Rendra juga pernah diundang untuk menghadiri Seminar Kesusastraan di Harvard University.
Karier WS Rendra di Dunia Sastra
Setelah mengetahui tempat kelahiran, keluarga dan jenjang pendidikannya. Berikutnya, yuk kita intip perjalanan karier WS Rendra di Dunia Sastra.
1. Penyair
Mempunyai hobi menulis dan membaca puisi, WS Rendra dikenal sebagai penyair yang cukup mumpuni. Pada tahun 1952, tepat diusianya yang ke-17 tahun, majalah Siasat menerbitkan beberapa puisinya. Selain majalah Siasat, puisi-puisi yang ditulis Rendra juga sering menghiasi beberapa kolom majalah seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru.
Majalah tersebut terus menerbitkan sajak-sajak indahnya selama bertahun-tahun, sehingga nama Rendra dikenal oleh banyak orang sebagai penyair. Kepopuleran Rendra pun meluas hingga ke beberapa penjuru dunia. Hal ini terjadi karena karya Rendra juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, mulai bahasa Inggris, Jepang, Jerman, India, hingga Belanda.
Sukses berkiprah sebagai penyair, WS Rendra telah menulis banyak puisi. Beberapa puisi WS Rendra di antaranya adalah Do’a untuk Anak Cucu, Menghisap Sebatang Lisang, Mencari Bapak, dan masih banyak lagi. Puisi WS Rendra memiliki tema yang beragam, mulai dari perjuangan hingga percintaan.
Berkat kepiawaiannya, WS Rendra berhasil mendulang beberapa penghargaan. Beberapa di antaranya adalah Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1957), Anugerah Seni dari Departemen P&K (1956), Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975) dsb.
2. Pemain Teater
Selain lihai menulis puisi, WS Rendra juga pandai dalam menulis dan mementaskan drama. Ia pertama kali mendapatkan penghargaan dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atas pementasan drama bertajuk Orang-Orang di Tikungan Jalan. Penghargaan itu ia raih saat duduk di bangku SMA.
Selain Orang-Orang di Tikungan Jalan, WS Rendra juga telah mementaskan drama-drama lainnya, di antaranya Rambate Rate Rata (Teater Mini Kata) pada 1967, Mastodon dan Burung Kondor (1972), Panembahan Reso (1986) dsb.