Djawanews.com – Eks Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin dan eks anggota DPR RI Raden Saleh Abdul Malik telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Keduanya ditetapkan tersangka atas dugaan kasus penipuan cek kosong dengan pelapor PT Tirto Alam Cindo (TAC).
Hal itu disampaikan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan. Dia mengatakan keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka pada September 2021. Berkas perkara kasus itu pun disebut telah diserahkan ke kejaksaan.
"Sudah tersangka, berkasnya juga sudah diserahkan ke kejaksaan," kata Zulpan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, 21 Desember.
Namun Zulpan belum membeberkan secara rinci terkait penetapan tersangka dua pelaku itu. Dia hanya mengatakan kasus itu kini telah dilimpahkan ke pihak kejaksaan.
"Sudah tersangka. Berkasnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan," katanya.
Semnetara itu, pengacara PT TAC, Andreas, menjelaskan awal mula pelaporan. Saat itu pelaku Agusrin M Najamudin hendak menawarkan kerja sama bisnis dengan pihak pelapor pada 2019.
"AG (Agusrin M Najamudin) itu mengaku punya HPH (hak pengelolaan hutan) di Bengkulu. Nah, rencananya dia mau membeli beberapa aset berupa pabrik dan alat berat dari PT TAC," jelas Andreas, mengutip detik.com, Selasa 21 Desember.
Agusrin pun sepakat membayar sejumlah uang kepada pihak pelapor hingga mencapai Rp 33 miliar. Pembayaran uang itu dijalankan melalui bentuk saham.
"Akhirnya disepakati perjanjian tersebut sebesar Rp33 miliar, di mana Rp33 miliar itu dipecah jadi dua. Sebenarnya Rp32,5 miliar dan Rp525 juta itu berupa saham. Artinya, dia membentuk sebuah PT CKI. Dengan komposisi dari pihak TAC 52,5% dan PT API sebesar 47,5%. Transaksi itu terjadi," terang Andreas.
"Dari saudara AG, masukan nama RS (tersangka Raden Saleh) menjadi direktur utama dengan tujuan dia membeli Rp 32 miliar aset-aset tersebut," tambahnya.
Andreas menyebutkan bahwa pelaku baru membayar Rp2,5 miliar dari transaksi yang telah disepakati. Agusrin dan Raden Saleh lalu berjanji akan membayar sisanya melalui cek.
"Karena pertama kali di DP segitu sisanya baru dibayar melalui cek. Dan cek itu dibuka Rp10,5 miliar dan Rp20 miliar. Kemudian sudah jatuh tempo bulan September 2021, tapi tidak dibayar. Terus ditagih dan mereka bayar kembali Rp4,7 miliar. Jatuhnya tetap dibayar Rp7,5 miliar dari Rp33 miliar," terang Andreas.
Pada akhir 2019, pihak pelapor mencoba melakukan mediasi kepada terlapor, namun tidak digubris. Atas dasar itu, pihak pelapor membuat laporan di Polda Metro Jaya pada Maret 2020. Laporan itu teregister dengan nomor LP:1812/III/Yan 2.5/2020/SPKTPMJ tertanggal 17 Maret 2020.
Satu tahun berselang, pihak penyidik Polda Metro Jaya kemudian menetapkan dua terlapor tersebut sebagai tersangka pada 30 September 2021. Kedua tersangka itu dijerat dengan Pasal 378 dan 372 KUHP dengan ancaman di atas 5 tahun penjara.