Djawanews.com – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo turut hadir dalam konferensi pers kasus pencabulan dan pemerkosaan belasan santriwatu di Mapolres Batang, Selasa 11 April.
Terungkap sebanyak 17 santriwati menjadi korban pencabulan dan pemerkosaan oleh seorang pengasuh salah satu pondok pesantren di Kabupaten Batang.
Tersangka adalah Wildan Mashuri (57) yang melakukan aksi bejatnya pada anak-anak di bawah umur itu sepanjang 2019 sampai 2023.
"Kenapa kamu tega melakukan itu. Apalagi korbanmu itu masih anak-anak. Kamu tidak sadar bahwa itu salah. Jujur saja sekarang, berapa santri yang jadi korbanmu," tanya Ganjar pada Wildan di sela jumpa pers.
Awalnya, polisi mencatat ada 15 santri yang menjadi korban Wildan. Namun saat Ganjar bertanya, Wildan mengaku dulu ada juga dua santri yang kini telah alumni juga, jadi korbannya.
Ganjar mengaku marah dengan peristiwa itu. Menurutnya, ini kasus yang sangat serius di dunia pendidikan. Pihaknya akan menerjunkan tim ke lokasi untuk menindaklanjuti kasus itu.
Posko pengaduan juga akan dibuka agar jika ada korban lain bisa dilaporkan. Tim trauma healing juga akan diturunkan untuk membantu psikologis para korban.
"Tentu kami marah, apalagi korbannya masih anak-anak. Bagi kami ini serius karena anak kita itu harus dilindungi, bukan untuk dikerasi dalam bentuk apapun. Kami akan langsung terjunkan tim, membuka posko dan trauma healing pada korban," kata Ganjar.
Pihaknya akan menggandeng Kemenag untuk mengevaluasi pondok pesantren itu. Sebab di lokasi juga terdapat sekolah madrasah. "Akan kita evaluasi, apakah semuanya layak. Kalau tidak, ya kita tutup," ujarnya.
Kasus pemerkosaan ini bukan yang pertama di Batang. Pada September 2022, juga terungkap kasus serupa di Batang dengan korban 22 orang.
"Pengawasan pada sekolah, pondok pesantren dan tempat lainnya mesti lebih ketat. Bersama Kemenag akan kami carikan solusinya. Misalnya nanti kita pasang nomor aduan di semua sekolah dan pondok agar semua berani melapor. Tidak hanya pencabulan, bisa juga bullying dan kejadian tidak sesuai lainnya," jelasnya.
Ganjar meminta masyarakat dan orang tua harus lebih waspada dan meningkatkan komunikasi dengan anak. Meski begitu, Ganjar meminta kasus ini tidak dijadikan sentimen negatif pada semua pondok pesantren.
"Ketika satu dua yang melakukan ini bisa mencoreng semuanya. Tapi banyak juga ponpes yang hebat, bagus, dan orang pengen anaknya ke sana. Jadi lebih selektif saja saat memilih pendidikan untuk anak," tambahya.
Adapun Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan, modus pelaku dengan mengaajak santri berhubungan seks dengan alasan akan mendapat karomah. Selain itu, pelaku juga mengelabui korban dengan seolah melakukan nikah siri. Namun nikah itu hanya dilakukan oleh pelaku dan korban.
"Kami akan terus mengembangkan kasus ini, karena tidak memungkinkan ada korban lain. Pelaku kami jerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun. Bisa juga lebih karena kejadiannya berulang," ucap Luthfi.