Standar keamaan pejabat negara menjadi perbincangan usai diserangnya Wiranto oleh orang tidak dikenal.
Standar keamanan pejabat negara menjadi pertanyaan publik, setelah insiden penyerangan terhadap Menko Polkukan Wiranto. Lantas jika pejabat negara sekelas menteri dapat diserang, apakah standar pengamanan pejabat sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan?
Dilansir dari republika (10/10), menurut Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli perlu ada evaluasi standar operasional prosedur (SOP) pengamanan pejabat publik.
Standar Keamanan Pejabat Perlu Dievaluasi?
Romli menyatakan perlu ada SOP terhadap pengamanan pejabat publikdan juga perlu adanya evaluasi terhadap perlindungan keamanan pejabat.
Peristiwa penusukan terhadap Wiranto adalah kasus pertama di Indonesia, dengan target pejabat publik yang merupakan seorang menteri dan dilakukan oleh seorang warga sipil.
Terkait dengan kasus penusukan Wiranto, Pengamat terorisme dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Sidratahta Mukhtar menyebut jika terdapat masalah intelijen.
Dilansir dari detik.com Mukhtar menyatakan jika informasi intelijen terkait pelaku penusukan SA alias Abu Rara tidak terdistribusi dengan baik. Menurutnya sebelum Wiranto mendatangi lokasi di Pandeglang, Banten sudah ada tukar informasi intelijen.
Apabila intelejen sudah mengetahui informasi, akan ada tindakan pencegahan sebelum terjadinya penyerangan. Mukhtar menyebut jika intelejen tidak terkoordinasi dengan baik.
Perlu diketahui jika sebelum seorang pejabat negara seperti menteri mendatangi suatu lokasi ada suatu koordinasi Kominda (Komunitas Intelijen Daerah) dengan para intelijen lokal yang melakukan inteligen sharing.
Di tengah kondisi Indonesia yang sedang rawan, menurut Sidratahta penting adanya pengamanan yang lebih dari pihak keamanan atau intelijen.
“Saya agak setuju kalau disebut ada kebobolan intelijen, ada sistem intelijen tidak terintegrasi. Ke dua, ada faktor efektifitas. Mestinya kalau ada potensi, bayangkan Menkopolhukan datang ke wilayah, padahal baru-baru ini sedang terjadi konflik parah dari Papua, ekseskan di mana-mana,” kata Sidratahta.
Mukhtar juga mengkritik kelalaian polisi yang membiarkan pelaku bedara di dekat Wiranto sebelum melakukan penyerangan. Sebelum penyerangan, posisi pelaku Abu Rara beserta istrinya adalah berada di sebelah polisi yang mengawal Wiranto.
Mukhtar juga menyebut jika peraturan undang-undang terorisme memang sudah mumpuni, namun saat ini pemikiran para penegak hukum masih mengacu pada undang-undang (UU) yang lama.
Saat ini UU 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme sudah dilibatkan pada fungsi direradikalisasi. Mukhtar menyatakan jika di dalamnya terdapat upaya pencegahan dini yang lebih bagus.
Jika melihat dari video dan beberapa foto penyerangan terhadap Wiranto, memang standar keamanan pejabat negara perlu untuk ditingkatkan lagi. Hal tersebut agar kejadian serupa tidak terjadi kembali.