Djawanews.com – Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo menanggapi peringatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal utang pemerintah yang kian melambung dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2021.
Menurut Yustinus, rasio utang terhadap PDB Indonesia masih terbilang rendah jika dibandingkan negara lain. Saat ini, rasio utang pemerintah di 2020 mencapai 39,4 persen dari PDB, naik 9,2 persen dibandingkan 2019.
Dia kemudian memaparkan detil rasio utang terhadap PDB negeri-negara lain. India memiliki rasio utang 89,6 persen PDB di 2020 atau naik 15,7 persen, China 66,8 persen atau naik 9,8 persen. Rasio utang Inggris mencapai 103,7 persen PDB atau naik 18,4 persen dari tahun 2019 dan Amerika Serikat memiliki rasio utang 127,1 persen di 2020 atau naik 18,9 persen dari tahun sebelumnya.
"Penambahan utang dan biaya bunga telah direncanakan hati-hati setiap tahun, melalui perhitungan yang terintegrasi dengan rencana penerimaan dan belanja dalam APBN yang kemudian disepakati dan/atau dikonsultasikan dengan DPR RI. Rasio utang terhadap PDB tetap terjaga di bawah 60 persen PDB," tulis Yustinus di akun Twitternya, Kamis, 9 Desember.
Selain itu, defisit APBN selama tahun lalu juga melebar menjadi 6,1 persen terhadap PDB. Pelebaran defisit itu membuat rasio utang pemerintah di tahun lalu itu meningkat. Yustinus menyebut, angka ini masih lebih rendah dibandingkan negara lain, seperti India yang defisit 12,3 persen, China 11,4 persen, Jepang 12,6 persen, Inggris 13,4 persen, dan AS 15,8 persen.
Yustinus juga menjelaskan perihal utang pemerintah yang melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR). Menurutnya, indikator yang direkomendasikan IMF dan IDR itu didasarkan pada pertimbangan indikator kerentanan dalam kondisi normal atau sebelum adanya pandemi COVID-19.
"Kita mengantisipasi peningkatan risiko ini. Disiapkan upaya optimalisasi sumber pembiayaan non utang (SAL & Silpa), pemanfaatan pinjaman program dari lembaga multilateral & bilateral berbasis penanganan COVID-19 dengan bunga ringan, dan koordinasi & kerja sama dengan Bank Indonesia," jelasnya.
Adapun rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen. Sementara rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen, juga melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen.
Lebih lanjut Yustinus menjelaskan bahwa dalam kerangka yang lebih luas, pemerintah melakukan konsolidasi fiskal menuju tingkat defisit kembali di bawah 3 persen PDB di tahun 2023. Hal ini termasuk melanjutkan upaya reformasi perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara, antara lain melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).