Kasus bullying di Indonesia tidak dapat dianggap sebelah mata, korban yang kebanyakan adalah anak-anak berpotensi mengalami traumatis di masa depannya. Sehingga memutus mata rantai bullying adalah hal yang harus dilakukan.
Dilansir dari CNN, berdasarkan data National Academies of Science, Engineering and Medicine tahun 2017, mengkategorikan jika kasus bullying merupakan masalah kesehatan yang serius.
Sekitar 18—31 persen anak tercatat mengalami bulllying, dan 7—15 persennya mengalaminya di dunia maya, atau yang disebut dengan cyberbullying. Ironisnya angka tersebut semakin bertambah setiap tahunnya.
Jumlah Kasus Bullying di Indonesia
Kasus bullying di Indonesia berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat 127 kasus yang terjadi sepanjang Januari—Oktober 2019. Kasus tersebut umumnya terjadi di sekolahan.
Namun berdasarkan data dari lembaga yang pernah bersitegang dengan Djarum tersebut, masih banyak kasus bullying yang masih tertutup. Dari kasus yang terungkap sebagian besar adalah hasil dari pengaduan langsung dan dari media massa.
Jika menganggap media sosial dan internet berperan tinggi atas kenaikan kasus bullying, adalah salah besar. Dilansir dari The Asian Parent, data Word Vision Indonesia mengungkap jika pada tahun 2008 telah terjadi 1.626 kasus, dan di tahun 2009 terjadi peningkatan hingga 1.891.
Kasus bullying dengan angka yang mencengangkan tersebut, rata-rata terjadi di sekolah. Bisa dibayangkan untuk tahun-tahun sekarang berapa besaran peningkatannya.
Lantas, lembaga pendidikan seperti sekolah yang notabenenya ditujuan untuk membentuk karakter, mengapa bisa menjadi tempat bullying terjadi?
Penyebab Bullying di Sekolahan
Meskipun pencegahan terhadap bullying di lembaga pendidikan sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan, namun banyak kasus masih saja terjadi.
Namun lembaga sekolah tidak dapat disalahkan begitu saja, karena persoalan bullying merupakan mata rantai panjang yang memiliki sebab kompleks. Tidak hanya bagi korban, namun pelaku bullying juga sudah selayaknya mendapatkan perhatian khusus.
Para pelaku bullying di sekolah umumnya memiliki permasalahan pribadi, salah satunya dapat diakibatkan oleh masalah keluarga seperti perceraian orang tua, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat.
Karena rasa serba kekurangan yang dialami para pelaku bullying di lingkungan keluarga, sekolahan adalah satu-satunya ruang untuk melampiaskan segalanya. Alhasil anak-anak akan mencari perhatian meskipun dengan cara menyakiti teman-temannya.
Lebih parah lagi, di era digital ini kasus bullying di Indonesia akan semakin kompleks. Pembentukan nalar berpikir adalah satu-satunya hal yang dibutuhkan, sehingga memang benar jika pendidikan di Indonesia harus segera direvolusi!