Djawanews.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan 559 pejabat Polri di Istana Negara, yang terdiri dari 24 orang pejabat utama Mabes Polri (3 orang diwakili karena keluar negeri), 33 orang kapolda (satu orang diwakili karena ada kegiatan) serta 490 kapolrestabes, kapolresta dan kapolres jajaran.
Para pejabat polisi itu diminta mengenakan pakaian dinas lapangan (PDL) tanpa dilengkapi topi dan tanpa membawa tongkat, mereka juga dilarang membawa ponsel.
Mereka hanya boleh membawa buku catatan dan pulpen serta tidak boleh mengajak ajudan atau yang sering disebut ADC (Aide de Camp).
Menanggapi hal itu, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengatakan aturan tersebut diberlakukan tidak lain untuk kenyamanan para pejabat Polri.
"Ketika diskusi, di sini tidak ada tempat penyimpanan tongkat, (padahal) tongkat jumlahnya banyak, kedua, juga memperlama proses memasuki istana. Ketiga, kami minta tidak bawa HP (handphone) lagi-lagi untuk kenyamanan bapak-bapak pejabat lingkungan Polri," kata Heru di kantor presiden Jakarta dilansir ANTARA, Jumat, 14 Oktober.
"Untuk bisa masuk istana dengan cepat karena jumlahnya (hampir) 600 orang, jadi cukup banyak, jadi tidak perlu membawa tongkat, HP dan topi karena kan topi perlu tempat, tongkat perlu tempat tongkat, HP perlu tempat HP sehingga kami minta ke panitia untuk tiga benda itu disimpan di kursi bus masing-masing," imbuhnya.
Setpres, menurut Heru, hanya mewajibkan para pejabat Polri melakukan tes swab PCR COVID-19.
"Jadi begitu turun selesai, kita cek satu, secara umum bahwa tidak (terpapar) COVID-19, antre, tidak harus meletakkan topi, HP, tongkat, hanya simple untuk kenyamanan tamu di istana," tegas Heru.
Heru menyebut istana kepresidenan memang masih mensyaratkan pemeriksaan swab PCR sebelum bertemu Presiden Jokowi bagi setiap tamu.
"Ketika persiapan pengarahan bapak presiden ke kapolri, kapolda, kapolres, salah satu syaratnya kami minta kepala pusat kesehatan Polri dilakukan pemeriksaan swab PRC dan dilakukan jajaran Polri sendiri. (Tes) di luar itu istana tidak ada kewenangannya dan hasil COVID-19 yang disampaikan ke Sekretariat Presiden, dan semua dalam kondisi negatif," jelas Heru.
Dalam pertemuan itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui tingkat kepercayaan publik kepada Polri terdampak karena sejumlah kasus terhadap anggota Polri.
"Kepercayaan publik (kepada Polri) yang sempat menjadi salah satu peringkat tertinggi untuk APH (Aparat Penegak Hukum), namun karena peristiwa FS (Ferdi Sambo) dan beberapa kasus yang kemudian berdampak pada persepsi negatif saat ini tingkat kepercayaan publik kepada Polri rendah. Arahan beliau (Presiden Jokowi) jelas dan tegas bahwa kami harus solid bersama-sama berjuang melakukan apa yang menjadi tugas, pokok dan fungsi kami," kata Kapolri