Djawanews.com – Sejumlah elite politik parpol pendukung belakangan kembali menyuarakan perpanjangan masa jabatan Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPO) Ujang Komarudin menilai wacana merupakan akal-akalan dari elite politik yang punya kepentingan. “Ini operasi yang kelihatannya dilakukan oleh kelompok kepentingan oligarki dan korporasi agar masa jabatan presiden itu bisa diperpanjang,” kata Ujang ketika dihubungi kumparan, Jumat, 25 Februari.
“Itu hanya akan melanggengkan oligarki dan kekuatan korporasi yang ujungnya banyak korupsi,” lanjut dia.
Ujang menilai, jika melihat objektif, sebenarnya rakyat tidak menginginkan adanya perpanjangan masa jabatan presiden. Ia kemudian menyinggung PDIP sebagai pemenang Pemilu yang masih menentang wacana perpanjangan waktu menjabat presiden ini. Oleh sebab itu, Ujang menilai wacana perpanjangan masa dari jabatan presiden ini mutlak harus ditolak. Selain itu, wacana ini bertentangan dengan konstitusi yaitu UUD 1945.
“Itu kepentingan elite saja yang dibuat seolah-olah kepentingan dari bawah padahal enggak. Mereka yang melakukan operasi itu, mereka akan melakukan pembenaran dengan meminta masyarakat untuk ngomong,” kata Ujang.
“Misalnya kaya Cak Imin dan lain-lain gitu. Seolah-olah dari bawah, padahal itu hanya skenario untuk mereka melanggengkan kekuasaan itu. Rakyat sih di bawah pasti menolak,” lanjut Ujang.
Dibalik Isu Kebijakan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Ada Elite Politik yang Incar Keuntungan
Ujang mengatakan bisa saja orang yang memiliki kepentingan masa jabatan Jokowi diperpanjang membuat skenario seakan rakyat meminta penundaan Pemilu. Ia mengajak masyarakat mengantisipasi skenario ini. “Survei itu bisa dibuat-buat. Orang-orang yang dipilih bisa orang-orang mereka, respondennya pendukung mereka,” kata dia.
“Jadi ini skenario sistematis yang harus diantisipasi oleh para akademisi dan rakyat Indonesia,” jelas Ujang dalam membahas perkara isu perpanjangan masa jabatan presiden.
Lebih lanjut, Ujang juga mengkritisi bahwa masih banyak akademisi yang kurang kritis karena berada di bawah kuasa elite. Sehingga mereka seakan tidak bersuara lantang mengkritisi wacana penundaan Pemilu. “Banyak rektor-rektor dipilih oleh menteri, 35 persen kalau tidak salah. Jadi ya ini terjadi tidak aneh dan tidak heran,” kata Ujang.
Ujang menilai rakyat perlu proaktif menyuarakan apa yang benar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rakyat harus lantang menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden ini. “Kita konsisten menjaga demokrasi dengan bersuara di tengah masyarakat, membangun narasi objektif dengan teman-teman media. Karena pembenaran apa pun yang dilakukan mereka itu tidak konsisten dalam konteks penyelenggaraan negara,” tutup dia.
Dapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.