Dilansir dari blog.netray.id: Kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) jadi perbincangan dan memicu reaksi penolakan. Kenaikan ini pun seolah tidak dapat terelakkan karena terbatasnya jumlah uang negara untuk terus menombok agar BBM tetap murah. Tahun ini saja, pemerintah telah menambah anggaran untuk subsidi energi menjadi Rp502 triliun yang berarti tiga kali lipat dari semula. Bahkan jika pola konsumsi masyarakat terhadap BBM tidak berubah pemerintah berpotensi untuk menombok anggaran kembali.
Dalam lima tahun terakhir memang tren konsumsi BBM bersubsidi jenis Pertalite mengalami kenaikan, terlebih ketika peredaran BBM bersubsidi jenis Premium mulai dibatasi. Pada 2021 konsumsi Pertalite saja bahkan mencapai 23 juta kiloliter naik 5 juta kiloliter dari tahun sebelumnya.
Penggunaan Pertalite di masyarakat seolah menjadi tulang punggung energi minyak dibanding dengan jenis BBM lainnya. Perbandingan jumlah tersebut bahkan hampir 80%. Pada tahun 2020 penggunaan Pertalite sempat mengalami penurunan dikarenakan pandemi namun kembali meningkat tajam pada tahun 2021.
Sementara pada tahun 2022 jumlah konsumsi BBM bersubsidi kembali mengalami peningkatan. Pertamina mencatat bahkan hingga Agustus 2022 jumlah penyaluran Pertalite sudah mencapai 19,5 juta kiloliter dari kuota 23 juta kiloliter. Dengan demikian kuota Pertalite hingga akhir tahun hanya mencapai 3,5 juta kiloliter.
Konsumsi BBM yang meningkat dibarengi dengan kenaikan harga minyak dunia membuat perusahaan minyak dan gas negara PT Pertamina menggenjot produksi. Sebagaimana tercatat pada Januari-Mei 2022 jumlah realisasi produksi migas mencapai 966 juta barel ekuivalen minyak per hari (mboepd) atau 8% lebih besar dari realisasi 897 mboepd pada 2021.
Produksi ini pun masih berada di bawah target Pertamina pada tahun 2022, yakni 1.047 mboepd atau 17% lebih tinggi dari realisasi 2021. Sementara produksi minyak pada periode Januari-Mei 2022 Pertamina menghasilkan 517 mboepd, atau 16% lebih besar dari realisasi 2021.
Tren Penurunan Harga Minyak Dunia
Menariknya kenaikan harga minyak di Indonesia tahun ini justru terjadi di tengah turunnya harga minyak dunia. Pemerintah telah resmi menaikkan harga tiga jenis BBM sejak Sabtu, 3 September 2022 pukul 14.30 WIB. Kenaikan ini justru terjadi di tengah tren turunnya harga minyak dunia.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, harga minyak mentah sempat melonjak. Harga minyak mentah melambung 35% dari USD89 per barel pada akhir Februari 2022 menjadi USD120 per barel. Bahkan demi mengendalikan inflasi, pemerintah memutuskan untuk menombok selisih harga minyak, dengan menambah anggaran subsidi sampai tiga kali lipat.
Meski sejak Juli harga minyak dunia kembali mengalami penurunan. Tren penurunan ini pun tercatat selama tiga bulan terakhir, atau setelah pemerintah menaikkan harga BBM. Bahkan per Senin, 26 September 2022 harga minyak mentah dunia kembali mengalami penurunan, minyak brent ditransaksikan seharga USD76,71 per barel. Terendah dalam tiga bulan terakhir.
Sebagaimana diketahui minyak brent atau brent crude merupakan klasifikasi perdagangan utama dari minyak mentah light sweet yang berfungsi sebagai patokan harga untuk pembelian minyak di seluruh dunia. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) berada pada level USD78,74 per barel atau turun 5,7%.
Baik brent crude maupun WTI mengalami penurunan harga yang signifikan. Namun harga BBM di Indonesia justru mengalami kenaikan. Pada tahun 2008 harga minyak mentah dunia sempat berada pada level tertinggi, yakni mencapai USD120,92 per Barel per 21 September 2008. Pemerintah pada masa itu pun kemudian menaikkan BBM bersubsidi rata-rata sebesar 28,7%.
Sebagaimana dilansir melalui laman Kemenkeu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati rata-rata menaikkan harga BBM sebesar 28,7%, berarti premium akan dinaikkan Rp1.500 (33,33%) menjadi Rp6.000 per liter dari harga Rp4.500 per liter. Solar naik Rp1.200 (27,90%) menjadi Rp5.500 per liter dari harga Rp4.300, minyak tanah menjadi Rp2.500 per liter atau naik Rp500 (25%) dari harga Rp2.000.
Kemudian pada November 2008 kembali terjadi penurunan harga BBM. Sampai di tahun 2009, harga BBM kembali turun di angka Rp4.500. Namun kenaikan harga BBM terjadi lagi pada tahun 2013, di mana pada waktu itu menyentuh angka Rp6.500.
Tren harga minyak dunia tidak selalu menjadi patokan utama penentu harga bahan bakar di pasaran. Harga minyak dunia dapat juga disebut sebagai faktor eksternal. Selain faktor eksternal kenaikan BBM juga dapat disebabkan oleh faktor internal. Faktor internal tersebut kemudian berpengaruh besar terhadap harga BBM yang berlaku saat ini. Di tengah tren turunnya harga minyak dunia pemerintah kini tetap harus menaikkan harga BBM karena adanya beban dana subsidi yang terlalu besar.
Bengkaknya anggaran subsidi BBM dan kompensasi energi membuat pemerintah harus membayar lebih. Bahkan jumlah anggaran pada tahun 2022 membengkak hingga Rp 502 triliun. Itulah sebabnya pemerintah harus menaikkan harga BBM bersubsidi.
Secara persentase kenaikan BBM bersubsidi pada September 2022 adalah sebesar 30% untuk Pertalite dari Rp7.650 menjadi Rp10.00, Solar sebesar 32% dari Rp5.150 jadi Rp8.000. Sedangkan Pertamax turut mengalami dari Rp12.500 menjadi Rp16.000.
Tingkat kenaikan dikarenakan faktor internal ini memiliki persentase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase kenaikan pada tahun 2008 yang rata-rata sebesar 28,7% saat minyak dunia sempat mengalami kenaikan tertinggi.
Harga BBM Negara Lain
Jika harga yang tengah berlaku saat ini dinilai terlalu mahal oleh masyarakat seperti apakah perbandingan harga BBM jika dibandingkan dengan negara lainnya dalam nilai rupiah.
Jika dibandingkan dengan negara lainnya harga bensin di Indonesia tidak lebih mahal dari Vietnam dan Filipina. Bahkan negara sekelas Amerika Serikat harus membayar dua kali lipat dari harga bahan bakar yang kita bayarkan saat ini. Terlebih di Arab Saudi, sebagai negara penghasil minyak kedua terbesar dunia dengan produksi mencapai 12,4 juta barel mematok harga bensin sebesar Rp9.200 per liter yang berarti lebih mahal dari Indonesia.
Indonesia masih terbilang sebagai negara dengan harga bahan bakar yang cukup terjangkau meski pemerintah harus menyisihkan anggaran dalam jumlah besar untuk menghindari terjadinya inflasi. Pembahasan terkait kenaikan BBM menjadi topik yang ramai menjadi pemberitaan. Reaksi berbagai pihak terkait keputusan pemerintah ini pun menuai kontroversi.
Isu Kenaikan Harga BBM di Media Massa Online
Untuk mengamati seberapa jauh pembahasan media terkait persoalan ini Netray melakukan pengamatan di media pemberitaan daring. Pemantauan tersebut dilakukan sejak 28 Agustus 2022 sampai dengan 26 September 2022.
Dengan menggunakan kata kunci BBM dan harga && BBM Netray menemukan 37 ribu artikel terkait topik BBM yang berasal dari 142 media pemberitaan daring. Dari 37 ribu artikel tersebut sebagian besar didominasi oleh artikel berkategori keuangan dan pemerintahan.
Melalui grafik di atas tampak intensitas pemberitaan terkait BBM muncul setiap harinya selama periode pemantauan. Sementara puncak pemberitaan terjadi pada 6 dan 7 September 2022 setelah diumumkannya secara resmi kenaikan BBM. Pemberitaan tersebut pun meliputi dampak dari kenaikan harga BBM hingga aksi yang dilakukan oleh mahasiswa untuk menolak kenaikan BBM.
Kenaikan BBM tentu berdampak pada berbagai sektor kehidupan masyarakat, terutama naiknya harga berbagai kebutuhan. Mulai dari harga bahan makanan hingga tarif berbagai transportasi umum. Tak heran bila keputusan ini menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat.
Sementara pada kosakata populer tampak berbagai ungkapan yang kerap digunakan dalam artikel-artikel media pemberitaan daring, seperti naik, subsidi, aksi, inflasi, spbu, ekonomi, dan berbagai kosakata lainnya.
Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM ini pun membuat nama Joko Widodo menjadi tokoh paling populer dalam media pemberitaan selama periode pantauan Netray. Tak hanya Jokowi, di urutan kedua terdapat nama Sri Mulyani Indrawati yang juga turut populer disebut dalam pembahasan topik seputar kenaikan harga BBM. Selain itu, pada kategori Top Organizations terlihat Pertamina hingga DPR masuk dalam jajaran organisasi yang paling banyak disebut dalam media pemberitaan.
Naiknya harga minyak dunia memang menjadi faktor pemicu yang kemudian membuat Indonesia harus menaikkan harga BBM. Konsumsi BBM menunjukkan tren peningkatan, maka subsidi BBM yang selama ini digunakan untuk menanggung selisih harga agar tetap murah juga makin membengkak.
Namun pada perkembangannya harga minyak dunia mengalami tren penurunan terlebih dilihat sejak pemerintah Indonesia menaikkan harga BBM. Sejauh ini pemerintah tak ada tanda-tanda untuk menyesuaikan kembali harga BBM dengan harga minyak dunia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut selisih harga minyak dunia dan harga BBM akan dijadikan kompensasi subsidi yang dikeluarkan ketika harga minyak dunia melejit beberapa bulan lalu. Kebijakan ini memang masuk akal, namun perlu perlu adanya pelaporan yang rijit disertai pengawasan. Selain itu hal ini juga perlu disosialisasikan dengan baik ke masyarakat agar dapat dipahami.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Atau untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang secara real time dapat menggunakan percobaan gratis di netray.id.
Editor: Irwan Syambudi